Sejumlah pengungsi di luar radius berbahaya, yakni 6-7,5 Km, secara bertahap akan kembali ke desanya masing-masing, antara lain Desa Jungutan, Buana Giri, Duku, Sebudi, Besakih dan Ban dengan total 47.700 jiwa.
Apakah dengan begitu Gunung Agung batal meletus? Bila benar, apa yang menyebabkanya aktivitas alam gunung berapi batal memuntahkan lahar?
Ahli vulkanologi Surono mengatakan, penurunan aktivitas Gunung Agung tidak dapat diartikan Gunung Agung tak jadi Meletus. Menurutnya hal ini baru pertama kali terjadi di Indonesia.
“Saya tidak tahu (Gunung Agung tidak jadi meletus atau tidak). Soalnya baru kali ini ada gunung berapi (status) awas terus terus,” kata Surono saat dihubungi.
Surono mengatakan, kondisi ini juga tak pernah terjadi saat ia menjabat sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Status suatu gunung berapi didapat dari analisis data yang telah melalui serangkaian tahap.
“Alatnya tidak pernah salah. Tergantung dari yang mengolah data kemudian menafsirkannya. Kenyatannya naik sampai level awas pasti dipahami step by step,” kata Surono.
Meski demikian, menurut Surono fenomena ini bukanlah sesuatu yang spesial. Sebab, tiap gunung berapi memiliki perbedaan karakter. Bahkan terhadap aktivitas gunung berapi yang sama.
Ia mencontohkan erupsi yang terjadi pada Gunung Merapi pada tahun 2010. Menurut Surono, karakter erupsi saat itu berbeda dibandingkan dengan erupsi pada tahun 2006.
“Saya tidak tahu apa akan naik lagi atau seperti apa. Karena memantau gunung itu sifatnya pasif. Kita pasang alat dan datanya datang. Seperti gempa, temperatur, gas. Kita tinggal pantau saja beriktunya,” kata Surono.
Meski penurunan status terjadi, Pemerintah daerah tetap memperpanjang status tanggap darurat. Gubernur Bali Made Mangku Pastika memperpanjang status tersebut dari hingga 9 November 2017.
Hingga kini, masih terdapat 133.349 pengunggsi di 388 titik pengungsian.
https://sains.kompas.com/read/2017/10/30/080000023/status-gunung-agung-turun-apakah-berarti-batal-meletus-