Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mati karena Patah Hati Itu Nyata, Sains Membuktikannya

KOMPAS.com -- Kehilangan seseorang yang sangat dicintai memang sangat tidak enak. Perasaan yang campur aduk bisa membuat kita depresi, susah makan, dan susah tidur.

Namun, ternyata patah hati juga mempengaruhi keadaan fisik dan bahkan mengancam nyawa.

Kejadian ini sudah terjadi pada beberapa orang dalam beberapa tahun terakhir, bahkan pada aktris dan penyanyi senior Amerika Serikat, Debbie Reynolds (84).

Dia meninggal pada 28 Desember 2016, hanya berselang satu hari setelah putrinya, yang juga seorang aktris Amerika, Carrie Fisher (pemeran Princess Leia di film Star Wars) (60) mendadak meninggal karena serangan jantung.

BACA: Dampak Patah Hati Yang Merusak

Selain itu, ada kasus lain dari Texas yang dideskripsikan dalam sebuah penelitian di The New England Journal of Medicine.

Dalam laporan yang diterbitkan Kamis (19/10/2017), para peneliti menceritakan mengenai seorang wanita yang kemungkinan memiliki penyakit jantung akibat kehilangan hewan peliharaan yang disayanginya.

Penulis jurnal itu, Abhishek Maiti dan Abhijeet Dhoble, menuliskan kronologi kesehatan perempuan berusia 61 tahun itu dan menyebut kondisinya sebagai takotsubo cardiomyopathy.

"Takotsubo cardiomyopathy, juga disebut sindrom balon apikal atau kardiomiopati stres, biasanya terjadi pada wanita pasca menopause dan dapat didahului oleh peristiwa stres atau emosional," tulis para peneliti.

Seperti dilansir dari laman Popular Science,  Rabu (25/10/2017), istilahTakotsubo atau Kardiomiopati Takotsubo bisa diterjemahkan dari bahasa Jepang menjadi "jebakan gurita". Nama tersebut merujuk pada bagaimana masalah bisa berkembang.

Dalam serangan jantung pada umumnya, bentuk gumpalan (biasanya dari plak) dalam pembuluh darah seseorang dapat membatasi aliran darah yang menghantarkan oksigen ke jantung.

Akan tetapi, dalam kasus sindrom Takotsubo, serangan jantung yang masif datang tanpa ada bekuan yang dapat diidentifikasi penyebabnya.

BACA: Patah Hati? Neuropsikolog Ini Anjurkan Anda untuk Latihan Otak

Gejala Takotsubo meniru serangan jantung normal. Pasien mengeluh sesak nafas, tekanan darah tinggi, dan nyeri pada dada. Namun, kondisi ini tidak disebabkan oleh adanya gumpalan darah, melainkan otot jantung yang lemah.

Banyak laporan kasus klinis dan penelitian tentang sindrom Takotsubo yang menunjukkan bahwa kondisi ini hampir selalu muncul pada individu yang pernah mengalami trauma intens atau kesulitan emosional yang ekstrem, tidak terkecuali patah hati karena kehilangan orang yang dicintai.

Dalam penelitian dengan judul Neurohumoral Features of Myocardial Stunning Due to Sudden Emotional Stress, yang terbit Februari 2005 di New England Journal of Medicine, para peneliti meninjau gejala ini pada 19 kasus, 18 di antaranya terjadi pada perempuan.

Penelitian yang dilakukan oleh para dokter dari Johns Hopkins University School of Medicine menuliskan bahwa sindrom ini berkaitan dengan bagaimana seseorang merespons secara hormonal terkait stres yang ekstrem.

Saat seseorang mengalami peristiwa yang traumatis, tubuh akan melepaskan hormon stres ke aliran darah. Hormon stres ini menyebabkan otot jantung menjadi lemah.

Efeknya mirip dengan jebakan yang sering digunakan untuk menangkap gurita. Dari sinilah nama sindrom ini muncul.

BACA: Patah Hati Memang Memperpendek Umur

Sindrom Takotsubo tidak pilih-pilih. Dia dapat menyerang siapa pun pada usia berapa pun, jika mereka mengalami tekanan atau trauma emosional yang parah.

Dalam beberapa kasus, orang yang mengalami sindrom Takotsubo dapat sembuh dalam beberapa minggu, meski meninggalkan sedikit efek. Namun, ada banyak kasus juga berakibat fatal sampai meninggal dunia.

Menurut artikel yang dibuat The New York Times tahun lalu (terkait kematian Debbie Reynolds), sindrom Takotsubo paling banyak dialami oleh perempuan, dan biasanya berakhir fatal jika dialami oleh perempuan paruh baya.

"Satu alasan yang mungkin adalah estrogen melindungi pembuluh jantung yang lebih kecil, pembuluh yang paling dapat terpengaruh oleh hormon stres, dan kadar estrogen turun seiring bertambahnya usia," ungkap dokter Ilan Wittstein, penulis jurnal yang terbit pada 2005 itu.

Sindrom patah hati dapat terjadi tidak hanya setelah ada kesedihan, tetapi juga bisa terjadi setelah mendapat tekanan yang mendadak.

https://sains.kompas.com/read/2017/10/26/080700823/mati-karena-patah-hati-itu-nyata-sains-membuktikannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke