Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hiperseks, Gangguan Jiwa atau Bukan?

KOMPAS.com -- Bagi sebagian orang, obsesi yang berlebihan terhadap seks atau hiperseks adalah gangguan kejiwaan. Namun bagi sebagian orang lainnya, hiperseks hanya mitos belaka yang melebih-lebihkan dorongan seksual normal.

Hal ini pun terjadi dalam Asosiasi Psikiater Amerika. Menurut buku panduan terbaru mereka, kecanduan seks bukan gangguan jiwa, meskipun kecanduan makanan dan pesta termasuk di dalamnya.

Para pakar juga belum bisa mengidentifikasikan, mengelompokkan, dan mengobati orang-orang yang mengalami kelainan hiperseksual. Sejumlah ilmuwan di bidang kesehatan jiwa bahkan mempertanyakan, apakah hiperseks benar benar sifat kecanduan atau tidak.

Reaksi otak terhadap pornografi

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Socioaffective Neuroscience & Psychology pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pola gelombang otak seorang hiperseks yang sedang melihat gambar pornografi tidak menyerupai gelombang otak pecandu narkoba.

Nicole Prause, peneliti dari UCLA, melakukan penelitian terhadap 39 pria dan 13 perempuan yang memiliki masalah dalam mengatur kebiasaan melihat gambar porno.

Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok: kelompok yang ingin mengurangi konsumsi pornografi, kelompok yang mengalami masalah dengan pasangannya karena pornografi, dan kelompok yang menjadi pengangguran karena pornografi.

Dalam eksperimen ini, mereka ditunjukkan serangkaian gambar yang berbau seksual hingga yang benar-benar eksplisit. Para peneliti juga menampilkan gambar yang seharusnya tidak menimbulkan rnagsangan, seperti potongan tubuh korban mutilasi dan gambar orang yang sedang menyajikan makanan.

Untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dalam otak mereka, para peneliti menggunakan alat EEG atau Elektrosefalografi.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa ketika seorang pecandu narkoba melihat gambar obat-obatan terlarang, gelombang otak mereka meningkat 300 milidetik setelahnya. Oleh karena itu, para peneliti berhipotesis bahwa hal yang sama juga akan terjadi pada subyek ketika melihat gambar-gambar seksual.

Namun, Prause tidak menemukan adanya kesamaan pola antara hiperseks dan pecandu narkoba, sehingga dia pun berpendapat bahwa hiperseksualitas bukan disebabkan oleh kecanduan yang tidak terkontrol terhadap hal-hal berbau seksual, melainkan libido yang besar.

Jika buka kecanduan, lalu apa?

Seorang peneliti dunia psikologi di UCLA, Rory Reid yang dikutip dalam artikel Livescience pernah berkata bahwa angka EEG di atas harus didukung dengan pemahaman apa itu hiperseksual.

Dalam studi terpisah, Reid pernah mendeskripsikan hiperseksualitas sebagai kondisi di mana seseorang berfantasi seksual secara intens dan berulang-ulang dalam kurun waktu kurang lebih enam bulan, sehingga mengganggu kehidupan sosial dan menyebabkan depresi. Mereka juga melakukannya tidak dalam pengaruh obat obatan dan dalam kondisi sehat.

Akan tetapi, terlalu cepat untuk menyebut hiperseksual sebagai bentuk kecanduan seks.

Menurut Reid, penelitian Prause tidak menyepelekan masalah yang dialami oleh seorang hiperseks, tetapi mempertanyakan bila teori kecanduan bisa diaplikasikan untuk menjelaskan perilaku tersebut.

Dia berpendapat bahwa riset lebih lanjut akan bisa menunjukkan bahwa karakteristik dari seorang hiperseks lebih menyerupai kelainan impulsif atau kompulsif, dan terhubung dengan sistem imbalan di otak.

https://sains.kompas.com/read/2017/10/24/120400323/hiperseks-gangguan-jiwa-atau-bukan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke