KOMPAS.com - Putus cinta merupakan sebuah bagian hidup yang hampir selalu dilalui oleh semua orang.
Seiring dengan putus cinta muncullah berbagai emosi seperti marah, sedih, hingga rasa malu. Tak jarang emosi ini kemudian memicu masalah kesehatan.
Mulai dari yang ringan seperti insomnia, penurunan daya tahan tubuh, depresi, hingga yang terparah penyakit jantung yang sering disebut "sindrom patah hati".
Meskipun memakan banyak waktu dan usaha, sebuah penelitian terbaru telah mampu mengidentifikasi strategi terbaik untuk bisa move on.
Baca: Patah Hati? Neuropsikolog Ini Anjurkan Anda untuk Latihan Otak
Penelitian yang diterbitkan oleh Journal Experimantel Psychology: General ini menguji tiga strategi mengatasi patah hati dari perspektif neurosains.
Strategi yang diuji oleh Sandra J. E. Langeslag dan Michelle E. Sanchez, ilmuwan yang melakukan penelitian ini di antaranya adalah:
1. Penilaian negatif terhadap hubungan yang sebelumnya.
Dengan fokus pada kualitas negatif hubungan mantan, sering kali membuat perasaan lebih baik setelah putus cinta.
Sebagai alternatif, bisa juga memikirkan bagaimana kualitas negatif hubungan cinta sebelumnya.
2. Menilai kembali emosi yang dirasakan
Cara lain agar bisa move on adalah dengan belajar menerima emosi yang dirasakan.
Anda perlu mengenali bahwa perasaan sedih pasca putus cinta adalah bagian yang tak mungkin dihindari dalam hidup.
Hal ini juga berarti Anda mengakui bahwa masih memiliki perasaan terhadap mantan dan belajar menerima keadaan.
3. Pengalihan
Untuk sebagian orang, cara termudah untuk mengatasi putus cinta adalah dengan mencari aktivitas baru.
Mulai dari bekerja lebih lama dari biasanya, menonton film, hingga memulai hobi baru.
Pengalihan semacam ini bisa membantu Anda mengurangi kegiatan seperti merenung atau bersedih.
Untuk menguji ketiga strategi tersebut, para ilmuwan merekrut 24 peserta berusia 20-37 tahun. Dengan perbandingan 20 wanita dan 4 pria yang baru saja mengalami putus cinta dan merasakan tekanan emosional.
Masing-masing dari mereka memberi 28 foto mantan dan menjawab beberapa pertanyaan tentang hubungan mereka.
Pertanyaan yang diajukan mulai dari berapa lama hubungan cinta yang terjalin sebelumnya, kualitas hubungan, serta seberapa besar perasaan yang masih mereka rasakan terhadap sang mantan dalam skala 1-9.
Para peserta kemudian menyelesaikan kuesioner yang mengukur seberapa kontrol yang mereka rasakan terhadap perasaan cinta mereka.
Baca: Patah Hati karena Cinta Ditolak? Yuk, Ubah Rasa Galau Jadi Rasa Baru!
Selanjutnya, gelombang otak mereka diukur dengan menggunakan elektroencephalograph (EEG) di bawah empat kondisi yang terpisah.
Hal yang diukur antara lain kondisi terkait penilaian negatif terhadap mantan, terkait penilaian kembali perasaan cinta, pengalihan aktivitas (pasca putus cinta), dan kondisi kontrol diri.
Selama pemeriksaan menggunakan EEG, para peserta diberikan beberapa selingan pertanyaan untuk merangsang salah satu strategi mengatasi putus cinta yang dipelajari.
Hasil EEG pada kondisi yang pertama memperlihatkan kolerasi tingkat gairah yang masih dirasakan pada mantan serta rasa kecewa pasca putus cinta.
Dari hal tersebut didapatkan hasil bahwa penilaian negatif mampu mengurangi perasaan terhadap mantan. Meski juga cara ini cenderung membuat orang merasa lebih buruk.
Sedangkan untuk teknik lainnya tidak terlalu berhasil.
Penilaian ulang perasaan yang dirasakan dianggap tidak mengubah perasaan cinta terhadap mantan. Selain itu, para peserta juga skeptis cara ini mampu menangani rasa sakit hati.
Sedangkan untuk pengalihan, memang mampu mengurangi rasa sakit hati. Namun, cara ini tidak cukup efektif mengurangi rasa cinta (pada mantan).
Saat melihat temuan EEG, ketiga strategi tersebut tampaknya mengurangi amplitudo ERP (potensi kejadian) saat para peserta melihat foto mantan.
Amplitudo ERP mengukur perhatian. Hal ini berarti ketiga cara ini mengurangi minat seseorang terhadap rangsangan yang memicu emosi kuat.
Cara penghilangan emosi semacam ini juga membuat pemulihan patah hati lebih mudah dengan membuat seseorang lebih mampu menghadapi situasi ketika mereka diingatkan pada mantan.
Sayangnya, fokus penelitian ini pada jangka pendek saja. Jadi, kurang jelas apakah strategi tersebut sama efektifnya dalam mengurangi perasaan cinta untuk periode yang lebih lama.
Dikutip dari Psychology Today, Langeslag dan Sanchez menyimpulkan bahwa penilaian negatif terhadap hubungan sebelumnya adalah startegi yang paling mungkin digunakan untuk mengatasi putus cinta.
Namun mereka menyarankan setiap orang untuk mencoba strategi yang berbeda-beda.
Secara keseluruhan, menghadapi putus cinta adalah keterampilan yang bisa dipelajari.
Seiring dengan putus cinta dan menghadapi hubungan baru, pembelajaran semacam ini tidak dapat dihindari. Maka hal ini menjadi salah satu hal vital agar tetap sehat secara emosional.
https://sains.kompas.com/read/2017/10/19/200000423/ini-cara-tepat-atasi-galau-dan-move-on-dari-mantan-menurut-sains