KOMPAS.com -- Pendiri Tesla dan SpaceX Elon Musk pernah berkata dalam acara 2016 Code Conference bahwa kita bisa jadi sedang hidup dalam simulasi komputer bak film The Matrix.
Seperti astrofisikawan Neil deGrasse Tyson, Musk berpendapat bahwa kemampuan sistem komputer yang semakin lama semakin kompleks adalah bukti bahwa realitas bisa diemulasikan.
Hipotesis ini pernah dipopulerkan oleh filsuf Inggris Nicholas Bostrom pada tahun 2003.
Singkat cerita, hipotesis ini berawal dari asumsi bahwa kemampuan komputer yang luar biasa telah tersedia di masa depan. Menggunakan komputer super tersebut, generasi masa depan kemudian melakukan simulasi mendetail mengenai sejarah spesies mereka. Nah, karakter dalam simulasi ini adalah kita.
Namun, tampaknya hipotesis ini kini telah terpecahkan.
Sebuah studi baru yang dipublikasikan oleh para fisikawan teoritis di Universitas Oxford yang dipimpin oleh Zohar Ringel dan Dmitry Kovrizhi dalam jurnal Scientific Advances mengonfirmasikan bahwa realitas ini bukanlah hasil dari simulasi komputer.
Konklusi tersebut didapatkan setelah para peneliti mengamati hubungan unik antara anomali gravitasi dan kompleksitas komputasional.
Dikutip dari artikel Seeker 3 Oktober 2017, Kovrizhin berkata bahwa timnya sedang mensimulasikan sebuah fenomena kuantum yang terjadi dalam logam ketika mereka terhambat oleh dinding subatomik.
“Dalam mekanika kuantum, yang menjadi dasar pemahaman kita mengenai alam, sebuah sistem partikel dideksirpsikan oleh Hamiltonian, sebuah obyek yang bisa ditulis sebagai matriks. Untuk mensimulasikan sistem mekanika kuantum, Anda harus mendiagonalkan matriks ini dalam komputer yang bisa menjadi sangat sulit bila ukuran matriksnya menjadi terlalu besar,” ujarnya.
Sebagai contoh adalah mensimulasikan putaran beberapa partikel dalam keadaan kuantum tertentu melalui komputer. Dikarenakan oleh sifat fisika kuantum, sumber daya komputer yang dibutuhkan oleh sistem ini bertumbuh dengan sangat cepat.
“Menyimpan matriks untuk 20 putaran membutuhkan RAM sekitar satu terabyte. Jika Anda mencoba untuk memperluas persoalan ini menjadi beberapa ratus putaran, maka membangun komputer dengan memori tersebut membutuhkan lebih banyak atom dari apa yang ada di alam semesta,” kata Kovrizhin.
Tugas ini juga menjadi semakin mustahil bila Anda menfaktorkan kompleksitas dari dunia kuantum, tingkat sureal dari realitas yang dapat kita amati dan buktikan keberadaannya.
Dengan kata lain, Kouvrizhin dan para peneliti menemukan bahwa mensimulasikan alam semesta yang begitu kompleks mustahil secara fisika. Alasannya cukup sederhana, partikel yang ada di alam semesta tidak cukup untuk menghidupkan komputer yang dapat melaksanakan simulasi dalam skala ini.
https://sains.kompas.com/read/2017/10/04/200600623/lewat-fisika-peneliti-buktikan-dunia-kita-bukan-simulasi-komputer