Harian Kompas bekerja sama dengan Siloam Hospital menggelar diskusi bertajuk "Mengenali dan Menangani Kelainan Darah" di Hotel Santika Bandung, Sabtu (30/9/2017).
Dokter spesialis penyakit dalam Siloam Hospital Semanggi, Jeffrey Tenggara menuturkan, Thalasemia merupakan penyakit genetik atau warisan.
Karena itu, pemeriksaan darah pra-pernikahan menjadi salah satu antisipasi untuk menekan lahirnya pengidap baru.
Thalassemia diturunkan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya.
Jika ayah dan ibu memiliki gen pembawa sifat Thalassemia (thalassemia trait), maka kemungkinan anaknya untuk menjadi pembawa sifat Thalassemia adalah sebesar 50 persen, kemungkinan menjadi penderita Thalassemia mayor 25 persen dan kemungkinan menjadi anak normal yang bebas Thalassemia hanya 25 persen.
"Yang lebih bermasalah ketika keduanya menderita Thalasemia carrier berarti ada potensi anaknya menderita Thalasemia mayor, itu akan membutuhkan transfusi rutin," tutur Jeffrey.
Jeffrey mengatakan, dalam situasi seperti itu, komitmen pasangan sangat diandalkan dalam pengambilan keputusan. Dokter pun, kata Jeffrey, tak bisa melakukan intervensi sebab sudah masuk ranah privasi.
"Kalau diperiksa positif, risikonya apakah akan melanjutkan pernikahan? Kalau dilanjutkan apakah akan memiliki keturunan? Karena ada risiko (anaknya jadi pengidap Thalasemia). Keputusan ada di orangtua. Dokter hanya sampai mengedukasi," tutur Jeffrey.
Dia menjelaskan, hingga saat ini dunia medis belum menemukan obat untuk Thalasemia. Satu-satunya cara untuk memperpanjang hidup pasien dengan melakukan transfusi darah secara rutin.
"Jadi memang Thalasemia tidak ada obatnya karena Thalasemia jenis penyakit murni karena pengaruh genetik. Jadi tidak ada obat yang bisa menyembuhkan Thalasemia. Yang bisa dilakukan hanya transfusi," ujarnya.
Chairul Amri, Ketua Yayasan Thalasemia Indonesia Cabang Jawa Barat menjelaskan, sosialisasi dan edukasi tentang bahaya penyakit Thalasemia kepada calon pengantin sangat perlu dilakukam guna menekan jumlah kasus baru.
Chairul menjelaskan, saat ini ia terus gencar menjalankan program edukasi dan sosialisasi. Dia menyebut, ada dua kategori yang menjadi target edukasi.
"Kami sebut ada ring satu dan ring dua. Ring satu, dari keluarga pasien sendiri, ring dua kelompok masyarakat yang mendekati waktu pernikahan misalnya di kampus (mahasiswa) untuk mengajak mereka periksa darah," ucap Chairul.
Yayasan Thalasemia Indonesia mencatat terdapat 9600 pengidap Thalasemia di Indonesia pada tahun 2017. Jawa Barat menjadi daerah tertinggi pengidap Thalasemia dengan jumlah sekitar 4200 orang.
"Jawa Barat itu 48 persen dari total 9600 pengidap Thalasemia, jadi kira-kira hampir 4200 pengidap. Kebanyakan di Priangan Timur, Tasikmalaya, Ciamis. Mungkin dulu banyak pernikahan keluarga dekat. Jadi data nasional memang Jawa Barat tertinggi," tuturnya.
Sebab itu, Chairul mengimbau agar masyarakat mau memeriksakan darah sejak dini, khususnya untuk warga yang hendak menikah.
"Kami lakukan sosialisasi kemana-mana agar masyarakat mau memeriksa diri cukup sekali seumur hidup untuk mencegah lahirnya kasus baru. Kalau tahu menjadi pembawa sifat (Thalasemia) jangan mencari pasangan yang juga pengidap," jelasnya.
https://sains.kompas.com/read/2017/10/01/203105123/cegah-thalassemia-mari-periksa-darah-sebelum-menikah