KOMPAS.com -- Posisinya yang berada di jalur perdagangan membuat pulau ini dikenal oleh para pedagang Asia Tenggara, bahkan India dan Cina. Pada masa Kerajaan Srivijaya atau sekitar abad ke-7, para pedagang menyebutnya dengan Suvarnabhumi.
Namun, bagi para penjelajah samudra asal Eropa abad ke-15, nama Taprobana lebih populer ketimbang nama tersebut.
Taprobana berasal dari bahasa sansekerta, yaitu tamrapani. Artinya adalah “daun tembaga”. Hingga kini belum diketahui pasti mengapa pulau itu dijuluki Taprobana. Kabar tentang keberadaan pulau ini pertama kali menyebar ke Eropa lewat laporan Megasthenes pada 290 SM. Dia adalah seorang penjelajah Yunani yang pernah melawat ke India.
Meskipun demikian, Claudius Ptolemaeus-lah yang memopulerkan pulau itu lewat bukunya Geographia pada abad ke-2. Dia membagi Asia menjadi 12 bagian. Asia Tenggara dan Cina merupakan bagian ke-11, sedangkan bagian terakhirnya adalah Taprobana.
Tampaknya pulau ini masih asing bagi para kartografer dan penjelajah Eropa, setidaknya hingga awal abad ke-16. Bahkan, mereka kerap dibingungkan dengan toponimi Taprobana yang mengacu tak hanya Sumatra, tetapi juga Srilangka.
Namun, akhirnya banyak kartografer yang percaya bahwa Taprobana adalah Sumatra. Alasannya, menurut Ptolemaeus "ada banyak pulau di sekitar Taprobana, boleh dikata sekitar seribu tiga ratus tujuh puluh delapan."
Berita pulau di barat Nusantara ini muncul juga dalam catatan Marco Polo yang mengunjunginya pada abad ke-13. Dia menyebut suatu toponimi di Java Minor dengan Samara. Rupanya nama tersebut mengacu pada sebuah istana di pesisir pantai utara pulau itu, Kerajaan Samudra Pasai.
Lalu, Friar Odoric, seorang frater yang mengunjungi pulau itu pada abad ke-14 telah menyebutnya sebagai Sumoltra. Masih dalam abad yang sama, penjelajah asal Maroko bernama Abu Abdullah Ibnu Battuta menyebutnya dengan lafal yang benar, Samudra.
Pada abad ke-15 peta-peta navigasi Arab menyebutnya dengan Shumutra. Sementara Nicolo de Conti, seorang pelancong asal Venesia menggunakan sebutan Sumatra untuk pulau yang pernah ditinggalinya selama setahun.
Kabar tentang Taprobana juga ditemukan dalam catatan Maximilianus Transylvanus. Dia merupakan penulis yang melakukan pencatatan ekspedisi Magellan 1519-1522. Dalam pemeriannya disebutkan bahwa Portugis telah berlayar dari Afrika menuju ke Kalkuta, dan kemudian Taprobana, yang kini disebut Zamatra.
Pada 1540, Sebastian Munster, kartografer asal Jerman, menerbitkan peta berjudul India Extrema XIX Nova Tabula dalam atlas Cosmographia. Sumber utamanya dari pemerian Ptolemaeus dan mendapat tambahan informasi segar dari pelayaran Portugis (dari barat ke timur) dan pelayaran Magellan (dari timur ke barat). Dia juga memperkaya petanya dengan mengutip informasi dari catatan Marco Polo dan seratusan pelancong dan pedagang yang ditemuinya.
Peta karya Munster itu merupakan peta yang pertama kali menyebut nama Sumatra dengan lokasi yang benar. Dia juga tetap menyandingkan toponimi itu dengan nama lamanya, Taprobana. Keunikan lain, peta tersebut menampilkan untaian kepulauan Nias dan Mentawai—meski tanpa nama—yang tak ditemui dalam peta-peta sebelumnya.
Artikel ini sudah pernah tayang di National Geographic Indonesia dengan judul: Taprobana, Sebutan Penjelajah Eropa untuk Sumatra
https://sains.kompas.com/read/2017/09/19/070700823/dari-taprobana-sampai-zamatra-berbagai-nama-lain-sumatra