Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ada 76 Ular Berbisa di Indonesia, tetapi Kita Hanya Punya 1 Anti-bisa

JAKARTA, KOMPAS.com -– Indonesia punya beragam jenis ular beracun. Hinggi kini, tercatat 76 ular berbisa yang dapat berakibat fatal bila racunnya masuk ke tubuh manusia.

Sayangnya, anti-bisa ular yang dimiliki pemerintah belum memadai untuk menangani jumlah yang besar tersebut. Kementerian Kesehatan baru mampu mencakup tiga jenis ular dalam satu anti-bisa ular.

“Kita butuh anti-bisa. Kita hanya punya satu yang meng-cover tiga jenis ular, yakni ular kobra, ular tanah, dan ular weling,” kata pakar gigitan ular dan toksikologi DR. dr. Tri Maharani, M.Si SP.EM., Selasa (12/9/2017).

Tri mengatakan, jumlah anti-bisa ular yang diproduksi oleh Badan Usaha Milik Negara Bio Farma hanya 40.000 setiap tahunnya. Jumlah ini dirasa belum mencukupi bila mengingat bahwa kasus gigitan ular berbisa yang terjadi lebih banyak.

Meski tak ada angka pasti dari gigitan ular secara nasional, Tri menduga kasusnya tak berbeda jauh dengan kasus pengerita HIV AIDS yang mencapai 191.000 jiwa. Dari 34 provinsi di Indonesia, Tri menduga angka gigitan ular bisa mencapai 135.000 kasus.

“LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Bio Farma, serta beberapa universitas tertarik untuk mengembangkan anti-bisa. Jadi, harusnya pemerintah membiayai dan memacunya agar 76 ular berbisa di indonesia ada anti-bisanya,” ucap Tri.

Selain itu, Indonesia baru memiliki satu anti-bisa berjenis polivalen yang dapat digunakan untuk tiga jenis ular. Artinya, 73 anti-bisa ular lainnya harus didatangkan dari luar negeri.

Dari segi efektivitas, kekuatan polivalen hanya sepertiga dibandingkan monovalen. Terhadap bisa ular ekor merah, misalnya, monovalen hanya butuh waktu 6 jam untuk memulihkan korban kembali.

“Semua jenis ular lebih bagus pakai monovalen. Satu peneliti LIPI yang tergigit ular di Simeuleu di bulan Agustus kemarin, 24 jam kemudian sudah bisa pulang,” ucap Tri.

SABU merupakan serum anti-bisa ular yang dibuat dari bisa ular. Prosesnya tidak sederhana karena dibutuhkan alat purifikasi dan teknologi bioinformatika agar susunan protein dan enzim bisa dibuat menjadi anti-bisa ular.

Untuk itu, Tri mengambil inisiatif memberikan SABU gratis kepada masyarakat yang terkena gigitan ular dari gajinya sebagai pegawai negeri sipil, misalnya SABU ular Trimeresurus dari Thailand yang tidak dicakup oleh pemerintah. Hal itu dilakukannya untuk memberikan contoh kepada dokter dan pemerintah agar serius menghadapi kasus gigitan ular berbisa.

“Saya beli dengan gaji saya sebagai pegawai negeri sipil dan berikan gratis. Saya ke Thailand terus minta izin dengan BPPOM dan Kemenkes supaya anti-bisa itu bisa dibeli dan saya kasih gratis kepada masyarakat,” ujar Tri.

Tri menuturkan, ke depannya, jumlah kasus gigitan ular mungkin bertambah. Ular tanah, misalnya, tengah keluar di kebun kelapa sawit di Ketapang, Kalimantan Barat karena habitatnya terganggu oleh pengubahan hutan hetetrogen menjadi hutan homogen.

“Karena ekosistem yang berubah maka ular banyak yang terganggu dan banyak yang membuat manusia tergigit juga,” ucap Tri.

https://sains.kompas.com/read/2017/09/12/214500923/ada-76-ular-berbisa-di-indonesia-tetapi-kita-hanya-punya-1-anti-bisa

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke