Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Gangguan Telkom 1 adalah Hal Biasa di Dunia Satelit?

KOMPAS.com -- Di pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat, pada Selasa (29/08) sejumlah nasabah Bank Central Asia (BCA) menemui kekecewaan lantaran ATM bank tersebut tidak bisa berfungsi.

Beatrice, salah satu nasabah BCA, mensiasatinya dengan bertransaksi menggunakan ATM bank lain.

"Cukup gawat juga ya karena mengganggu transaksi kita. Alternatifnya saya cari ATM bank lain," ujar Beatrice.

Lain halnya dengan Heru. Pria itu langsung berbalik badan mencari kantor cabang BCA terdekat setelah mengetahui ATM bank itu tidak bisa digunakan.

"Ini ATM keempat yang saya temui tidak berfungsi. Sulit banget, di manapun tidak ada. Susah," katanya.

Ribuat ATM tidak berfungsi

Beatrice dan Heru hanyalah dua nasabah yang tidak bisa bertransaksi melalui ATM. Sejak Jumat (25/08) pekan lalu, sepertiga dari 17.000 ATM BCA tidak berfungsi.

Pada saat yang sama, kelumpuhan dialami sebanyak 2.000 dari 17.000 ATM Bank Mandiri. Adapun ATM bank-bank lain, seperti BNI dan BRI, mengalami masalah serupa namun dalam jumlah yang lebih sedikit.

Situasi ini disebabkan oleh gangguan satelit Telkom 1. Untuk mengatasinya, beberapa bank mengalihkan koneksi layanan ATM ke satelit lain, sebagaimana dilakukan Bank Central Asia.

Presiden Direktur BCA, Jahja Setia Atmadja mengaku pihaknya mengalihkan koneksi 2.000 ATM yang terganggu ke satelit Apstar-5, sedangkan sisanya ke Telkom 3S. BCA menggunakan beberapa satelit, antara lain Telkom 1, Apstar 4, Apstar 5, Insat 3A, dan Telkom 3S.

"Nggak mungkin kita menghindar. Siapa yang jamin bahwa satelit yang kita pakai pasti nggak masalah?," ucapnya.

Agar koneksi kembali terhubung, Direktur Utama PT Telkom, Alex Sinaga, mengatakan telah memindahkan layanan dari Telkom 1 ke sejumlah satelit, termasuk Telkom 2 dan Telkom 3s. Dia memperkirakan proses migrasi paling cepat rampung pada 10 September mendatang.

Beragam penyebab

Sejauh ini, penyebab mengapa satelit Telkom1 mengalami gangguan belum diketahui pasti. Direktur Utama PT Telkom, Alex Sinaga, mengaku Satelit Telkom 1 telah berusia 18 tahun, tiga tahun melampaui usia rancangannya.

"Kami melakukan pemeriksaan umum pada 2014 dan 2016, hasilnya Telkom 1 masih punya cukup bahan bakar untuk menunjang operasional sampai 2019," ujarnya.

Adi Rahman Adiwoso selaku pendiri perusahaan penyedia jasa telekomunikasi satelit PT Pasifik Satelit Nusantara mengaku tidak terkejut dengan gangguan satelit Telkom 1.

"Kita tidak suka dengan kejadian yang menimpa Satelit Telkom 1, tapi hal itu biasa-biasa saja dalam dunia satelit," ujar pria yang pernah bekerja pada bagian perakitan satelit Hughes Aircraft, salah satu kontraktor pertahanan internasional terbesar berbasis di California, AS.

Dia merujuk berbagai kejadian yang dialami satelit Indonesia, seperti Satelit Palapa D yang melenceng dari orbitnya pada 2009, namun berhasil ditarik kembali. Kemudian Satelit Garuda mengalami masalah pada 2015.

Menurutnya, ada beragam kemungkinan penyebab gangguan satelit dari faktor eksternal hingga faktor internal.

"Kalau yang eksternal, aktivitas matahari menyebabkan bombardir lahan elektromagnetik. Meteor juga bisa menyebabkan gangguan satelit. Dari sisi internal, satelit adalah sistem yang kompleks. Bisa karena masalah listrik, mekanis, bahan bakar," papar Adi.

Satelit Telkom 1 dibuat oleh perusahaan Lockheed Martin, yang juga membuat satelit Garuda 1 yang mengalami gangguan pada 2015. Apakah gangguan keduanya berkorelasi patut disoroti, namun yang jelas pemilik dan pengguna satelit harus belajar dari kasus ini.

Mitigasi layanan satelit jika terjadi gangguan, menurutnya, adalah hal krusial.

"Semua sistem yang kompleks pasti punya risiko gangguan. Tapi sekarang kita harus hati-hati. Dengan pengalaman ini lebih hati-hati," tutupnya.

https://sains.kompas.com/read/2017/08/30/214600623/mengapa-gangguan-telkom-1-adalah-hal-biasa-di-dunia-satelit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke