Austin Mudd dan timnya dari Universitas Illinois di Urbana Champaign dan timnya mengungkap hal itu setelah meneliti kaitan mikroba usus bayi babi dan metabolit saraf yang terkait dengan aktivitas otak.
Mereka menggunakan magnetic resonance spectroscopy untuk menganalisis kandungan metabolit saraf dan membandingkan dengan keragaman mikroba pada usus.
Riset mengungkap, bakteri Bacteroides dan Clostridium mempengaruhi konsentrasi zat kimia otak yang disebut myo-inositol sementara golongan bakteri Butyricimonas mempengaruhi kandungan n-acetylaspartate (NAA).
Bacteroides juga berkaitan dengan kadar kreatin yang tinggi dalam tubuh. Sementara, semakin banyak bakteri jenis Ruminococcus, maka level NAA akan lebih rendah.
Tinggi rendahnya zat metabolit saraf dalam tubuh bayi babi itu menunjukkan bahwa bakteri usus berbicara dengan otak.
Setelah diteliti lebih lanjut, rupanya mikroba usus menggunakan hormon kortisol - penurun stress - untuk berkomunikasi dengan otak.
"Mediasi ini menarik, memberikan kita masukan tentang bagaimana mikrobiota pada usus berkomunikasi dengan otak," ungkapnya Ryan Dilger, peneliti Universitas Illinois lain yang terlibat seperti dikutip Science Alert, Rabu (23/8/2017).
Tim ilmuwan yang melaporkan temuannya di jurnal Gut Microbes minggu ini mengatakan, penelitian lebih lanjut perlu untuk mengonfirmasi apakah hal yang sama terjadi pada manusia.
Bila ternyata nanti terungkap, ilmuwan bisa menggali lebih jauh pengaruh keragaman mikroba pencernaan pada penyakit.
https://sains.kompas.com/read/2017/08/23/202446323/tak-dinyana-mikroba-usus-ternyata-berbicara-dengan-otak