Pemberian vaksin Measles Rubella (MR) diberikan secara cuma-cuma, dengan target anak usia 9 bulan sampai kurang dari 15 tahun.
Untuk daerah di luar Pulau Jawa, akan dilakukan pada Agustus-September 2018. Di Pulau Jawa, imunisasi dilakukan di 6 provinsi, 119 kabupaten/kota dan 3.579 puskesmas, dengan melibatkan 34.964.384 anak sebagai sasaran pemberian vaksin.
Program vaksinasi ini bertujuan untuk menghapuskan penyakit campak dan rubella di Indonesia pada tahun 2020, serta untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di nomor 3, yaitu tentang kesehatan universal.
Namun demikian, program ini bukan tanpa halangan dan penolakan dari sebagian kalangan. Dalam pencanangan program ini di Yogyakarta pada awal Agustus ini oleh Presiden Joko Widodo, terdapat penolakan dari beberapa sekolah swasta berbasis keagamaan.
Mereka menganggap pemberian vaksin tidak boleh dipaksakan, bahkan ada yang mengharamkan. Penolakan juga terjadi di beberapa wilayah.
Padahal, pemberian vaksin dibutuhkan oleh setiap anak yang berhak untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang secara layak. Hidup sehat adalah hak setiap anak, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu hak anak untuk hidup dan hak anak atas kesehatan pada Pasal 60.
Menurut Menteri Kesehatan, imunisasi MR diberikan untuk melindungi anak Indonesia dari penyakit kelainan bawaan seperti gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, kelainan jantung, dan retardasi mental yang disebabkan adanya infeksi rubella pada saat kehamilan.
Virus rubella menjadi ancaman serius terutama jika penularan terjadi di masa awal kehamilan karena dapat mengakibatkan cacat bawaan saat lahir pada otak, jantung, mata dan telinga.
Lebih lanjut menurut Kementerian Kesehatan, campak adalah salah satu penyakit paling menular pada manusia dan menelan satu korban jiwa setiap empat menit. Kebanyakan korban adalah anak-anak.
Namun, agar program pemberian vaksin ini berhasil, pemerintah harus memperhatikan dan mempersiapkan target sasaran dengan baik terutama di daerah berisiko tinggi dan kelompok rentan/marjinal.
Hal ini agar imunisasi tidak bias pada anak-anak di daerah urban, sekolah, dan mengabaikan mereka yang termasuk kelompok rentan dan marjinal (kaum miskin, penyandang disabilitas, masyarakat adat, kelompok minoritas, anak jalanan).
Sebagaimana kita ketahui, banyak anak yang belum mempunyai akta kelahiran sebagai basis identifikasi jumlah dan sebaran anak. Untuk itu, identifikasi atas anak-anak kelompok rentan dan marjinal menjadi komponen penting keberhasilan program, agar semua anak yang berhak atas imunisasi mendapatkan haknya tanpa diskriminatif.
Peran dari pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, kelompok pendamping di daerah, menjadi sangat penting karena merekalah para pelaku lapangan yang tahu kondisi dan konteks daerah termasuk jumlah dan sebaran anak.
Sedangkan atas penolakan imunisasi di beberapa daerah, harus disikapi secara bijak dan tidak emosional. Adanya ancaman dari pemerintah yang akan menutup dan atau menghentikan bantuan terhadap sekolah yang menolak imunisasi, adalah sikap dan kebijakan yang tidak tepat.
Bahkan, kekanak-kanakan dan emosional. Justru atas adanya penolakan ini, menjadi tantangan bagi pemerintah untuk lebih giat melakukan sosialisasi dan kampanye secara lebih intensif dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dengan mempergunakan berbagai media populer, hingga ke media sosial.
Masyarakat berhak atas informasi secara utuh tentang program imunisasi ini, tujuan dan manfaatnya, agar tidak salah faham. Fatwa Majelia Ulama Indonesia No. 4 Tahun 2016 menyatakan bahwa imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.
Lebih lanjut menurut MUI, imunisasi bisa menjadi wajib ketika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa.
Oleh karena imunisasi campak dan rubella penting bagi kepentingan terbaik anak (child's best interest), maka semua pihak wajib memberikan dukungan dan berpartisipasi menyukseskannya.
Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan bahwa setiap kebijakan pemerintah harus memperhatikan kepentingan terbaik, partisipasi, dan hak anak untuk tumbuh berkembang secara layak.
Pemerintah berkeinginan untuk mewujudkan anak Indonesia yang sehat dan berkualitas, oleh karena anak-anak adalah generasi penerus dan pemegang estafet bangsa di masa mendatang.
Anak yang sehat adalah prasyarat mutlak bagi tumbuhnya generasi yang cerdas, inovatif, dan bahagia sehingga mampu bersaing di era persaingan global.
Oleh karena pemberian vaksin menjadi hak setiap anak, maka orang tua dan masyarakat wajib memberikan dukungannya agar tujuan pemerintah memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna bagi anak-anak, dapat terpenuhi. (Mimin Dwi Hartono, Staf Senior Komnas HAM, pendapat pribadi)
https://sains.kompas.com/read/2017/08/12/205030323/vaksinasi-dan-hak-anak-atas-kesehatan