KOMPAS.com –- Kasus penyalahgunaan Dumolid yang menjegal Tora Sudiro mengangkat kembali aturan psikotropika ke mata publik.
Secara umum, obat psikotropika merupakan obat yang berhubungan dengan kejiwaan. Cara kerjanya mengubah tingkat kimiawi di otak untuk memengaruhi suasana hati dan perilaku.
Akan tetapi, penggunaan obat psikotropika tidaklah seperti obat warung. Indikasi dokter sangat diperlukan untuk mengonsumsi obat tersebut. Tanpanya, penggunaan psikotropika atas dasar apapun dapat dianggap sebagai penyalahgunaan obat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Dilansir dari ABC News, berikut ini adalah beberapa jenis obat psikotropika yang jamak digunakan sehingga berpotensi tinggi disalahgunakan, antara lain:
1. Obat antipsikotik
Obat antipsikotik dipercaya memblokir reseptor dopamin di otak yang dianggap terlalu aktif pada pasien psikosis yang menunjukkan gejala delusi dan halusinasi.
Namun, obat antipsikotik dapat menyebabkan tremor, kejang otot, dan kegelisahan. Efek samping lainnya adalah tardive dyskinesia, gerakan tak terkendali pada lidah, bibir, mulut, lengan, dan kaki secara permanen.
Antipsikotik juga dapat mempengaruhi metabolisme seseorang. Obat ini seringkali menyebabkan kenaikan berat badan yang signifikan dan dapat meningkatkan risiko diabetes.
2. Obat antidepresan
Obat Antidepresan dikonsumsi untuk mengobati gejala gangguan depresi mayor. Diperkirakan, sekitar 7-8 persen populasi manusia mengidap depresi.
Mayoritas antidepresan yang dapat ditemukan di pasaran termasuk golong SSRI yang secara spesifik menarget kadar seronin di otak.
Akan tetapi, antidepresan bukan tanpa efek samping. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat memberikan peringatan paling keras bagi obat antidepresan golongan SSRI karena dapat meningkatkan risiko keinginan bunuh diri pada anak, remaja, dan dewasa awal.
Selain itu, efek samping lainnya dari antidepresan meliputi gangguan tidur, agitasi, perubahan nafsu makan, dan disfungsi seksual.
3. Obat ADHD
ADHD (Attension Deficit Hyperactivity Disorder) merupakan salah satu gangguan yang paling lazim ditemui pada anak. Gejala dari gangguan ini termasuk peningkatan aktivitas motorik yang cenderung berlebihan, emosi yang meluap, hingga kesulitan mengendalikan perilaku.
Untuk pengobatan ADHD, obat yang paling sering digunakan berjenis stimulan yang meningkatkan dopamin, zat terkait dengan kesenangan, gerakan, dan perhatian.
Efek samping dari penggunaan stimulan terkait dengan gangguan tidur dan penurunan nafsu makan.
4. Obat anti-ansietas
Obat Anti-ansietas digunakan pada pasien yang memiliki kecemasan abnormal. Lima tipe gangguan kecemasan antara lain: gangguan obsesif-kompulsif (OCD), serangan panik yang berulang dan tak terduga (panic disorder), fobia sosial, dan gangguan stres pasca trauma
Selain antidepresan, obat penghilang kecemasan seperti Benzodiazepin sering digunakan kepada pasien pengidap gangguan kecemasan. Akan tetapi, antidepresan dan benzo harus diberikan dalam jangka waktu yang singkat karena memiliki risiko keteragantungan.
Efek samping lain dari Benzo adalah rasa kantuk, penglihatan kabur, dan gangguan tidur seperti mimpi buruk.
5. Penstabil suasana hati
Obat penstabil suasana hati sering digunakan untuk pengidap bipolar. Pada pasien bipolar, perubahan suasana hatinya terjadi begitu cepat. Di satu sisi sangat tinggi dan terkadang sangat rendah.
Efek samping dari obat penstabil suasana hati meliputi pikiran untuk bunuh diri, gangguan pada tiroid, serta penambahan berat badan.
https://sains.kompas.com/read/2017/08/04/170600923/hati-hati-5-obat-psikotropika-ini-paling-mudah-disalahgunakan