Hubungan yang bertahan sepanjang hidup memang ada, tetapi bagaimana dengan cinta selamanya? Mungkinkah itu benar-benar ada.
Gabija Toleikyte, neurolog dari University of Middlesex, mengungkapkan bahwa ada tidaknya cinta selamanya tergantung pada cara kita memandangnya.
Cinta sebagai sebuah emosi punya efek berkelanjutan: hubungan mendalam antara dua atau beberapa manusia yang kemudian bisa menciptakan komitmen dan batasan-batasan tertentu.
"Jadi cinta sebagai sebuah pengalaman yang lebih besar bisa bertahan selamanya," katanya seperti dikutip Wired, Senin (24/7/2017).
"Tapi jika kemudian ada kompromi, misalnya seseorang menjadi jauh berbeda dari yang dikenal sebelumnya, maka pengalaman itu bisa berubah," imbuhnya.
Toleikyte mengatakan, pada level emosional, cinta masih merupakan produk kimia otak yang bisa berubah sewaktu-waktu.
"Kadangkala kita tidak mampu merasakan emosi cinta, kadangkala kita melalui fase datar yang membuat kita tidak bisa merasakan apapun," ungkapnya,
Helen Fisher, pakar antropologi biologi dari Kinsey Institute mengatakan, cinta bisa bertahan dalam sebuah pernikahan paling tidak selama beberapa dekade.
Dalam sebuah studi yang dilakukannya, 15 orang yang berusia 50-an dan 60-an mengatakan tetap mencintai pasangannya.
Fisher membuktikan pernyataan itu dengan melakukan pemindaian otak. Ia ternyata berhasil mengonfirmasi perasaan itu dengan melihat aktifnya jalur otak yang terkait cinta erotis.
"jadi ya, cinta selamanya itu mungkin," katanya. Namun, ia juga mengungkapkan, untuk mendapatkannya, "Anda harus menemukan orang yang tepat."
https://sains.kompas.com/read/2017/07/24/221415923/apakah-cinta-selamanya-itu-benar-benar-ada-