KOMPAS.com -- Kita sering mendengar bahwa musik adalah bahasa universal. Namun, ungkapan ini rupanya juga berlaku dalam dunia satwa.
Kakatua raja (Probosciger aterrimus) punya cara jitu untuk merebut hati burung pujaan hatinya, yakni dengan bermain musik.
Selama proses pendekatan, kakatua yang berasal dari Australia dan Guinea Baru ini akan membuat alat khusus seperti stik drum. Stik berasal dari cabang kokoh pohon dan berukuran sekitar 20cm.
Kemudian, dengan mantap kakatua jantan merayu betina dengan cara memukulkan cabang kayu pada pohon tempat bersarang secara berirama. Tindakan mengetuk ini bisa bertahan hingga 30 menit.
Memang butuh usaha yang keras bagi kakatua soal pencarian jodoh. "Betina mengamati kakatua jantan dengan sangat ketat, termasuk ketika sedang membuat alat karena akan menunjukkan kekuatan paruh jantan," kata Robert Heinsohn, ketua peneliti di Australian National University seperti yang dikutip dari Live Science, Rabu (28/6/2017).
Selain itu, kakatua betina hanya mampu menetaskan sebutir telur setiap dua tahun sekali. Itulah kenapa selama masa pendekatan, jantan akan mencoba menarik perhatian betina dengan menggunakan irama ketukan yang berbeda dan juga gerakan untuk menunjukkan ketertarikan seksual mereka.
"Ketukan dan irama tampaknya merupakan komponen ekstra yang dirancang lebih lanjut untuk menarik perhatian betina," kata Heinsohn.
Heinsohn pertama kali menemukan kakatua ini ketika sedang mempelajari spesies burung beo di Cape York Peninsula, bagian utara Queensland, Australia, pada tahun 1997 yang lalu.
"Saya berjalan melewati hutan hujan dan mendengar suara ketukan yang jelas di depan. Itu adalah kakatua raja jantan yang terlihat mencolok di tepian batang pohon dengan sebatang tongkat. Saya kemudian melakukan penelitian kembali untuk memahami mengapa mereka melakukan ini," urainya.
Namun, bukan perkara mudah juga untuk melakukan pengamatan tersebut. Heinsohn dan rekan-rekannya butuh tujuh tahun untuk diam-diam merekam aktivitas kakatua itu. Mereka juga harus mencari waktu yang tepat, yaitu sebelum musim bertelur yang dimulai antara bulan Juni dan Juli.
Sebelum studi para peneliti, catatan singkat dalam jurnal burung 1984 adalah satu-satunya deskripsi tentang perilaku kakatua ini.
Setelah mengumpulkan 131 rekaman dari 18 kakatua jantan, peneliti menggunakan perangkat lunak komputer untuk mengubah rekaman menjadi spectrogram (tampilan visual dari suara).
Kesimpulannya, burung kakatua ini memang membuat bunyi berirama yang berarti ketukannya tidak acak.
Selain itu, analisis statistik menunjukkan bahwa masing-masing dari 18 burung memiliki gaya tersendiri. Beberapa ketukan lebih cepat dan yang lainnya lebih lambat.
"Menariknya, beberapa jantan memulai irama ketukannya dengan sangat cepat kemudian melambat menjadi irama yang tetap," jelas Heinsohn.
Temuan ini menunjukkan bahwa kakatua memiliki beberapa komponen kunci yang terdapat pada musik instrumental manusia, termasuk membuat alat suara, tampil konsisten, membuat ketukan reguler, dan menciptakan gaya yang berbeda-beda.
Hewan lain seperti tikus, burung pelatuk dan simpanse juga punya perilaku menimbulkan irama. Namun, mereka tidak membuat suara yang berirama dan alat suara khusus.
Heinsohn juga menjelaskan bahwa perilaku ini mungkin juga bisa menjadi petunjuk bagaimana manusia mulai memproduksi irama. "Mungkin awalnya ketukan juga digunakan oleh manusia untuk menarik lawan jenis sebelum akhirnya digunakan untuk tujuan lain, seperti untuk berinteraksi misalnya," imbuh Heinsohn.
Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Science Advances edisi online.
https://sains.kompas.com/read/2017/07/15/210400923/bak-drummer-kakatua-ini-mainkan-musik-demi-pikat-lawan-jenisnya