JAKARTA, KOMPAS.com -- Mendapatkan keturunan bukanlah perkara mudah. Bila cara konvensional tak berhasil, maka pembuahan di luar tubuh ibu atau yang dikenal dengan bayi tabung (In Vitro Fertilization) bisa menjadi alternatif.
Dr dr Budi Wiweko, SpOG(K) mengatakan, berkat perkembangan teknologi, prosesi bayi tabung juga dapat menentukan jenis kelamin calon bayi. Sebab, melalui teknik Pre-Implantation Genetic Sreening (PGS), kromosom bisa terdeteksi.
Hal ini dilakukan dengan dua tujuan. Pertama, untuk menghindari penyakit yang tergantung pada jenis kelamin tertentu. Kedua, murni dipakai untuk menyeleksi jenis kelamin bayi. “Karena dia bisa mendeteksi kromsom, dia otomatis bisa melakukan pemilihan jenis kelamin,” kata Budi saat dihubungi pada hari Sabtu (15/7/2017).
Namun, Budi tetap menegaskan, seleksi jenis kelamin tidaklah mutlak berhasil. Secanggih apapun teknologi yang digunakan, kesalahan masih dapat terjadi.
Sebagai contoh adalah teknik pewarnaan pada kromosom atau fluorescent in situ hybridization (FISH). Tingkat kesalahan teknik ini sebesar 10-15 persen. Sementara itu, teknik yang lebih canggih dari FISH, Array Comparative Genomic Hybridization (aCGH) bisa membaca semua kelainan kromosom dengan tingkat kesalahan kurang dari 10 persen.
Namun, sepertinya masih ada calon orangtua yang belum bisa menerima kesalahan pemilihan jenis kelamin pada bayi tabung. Mengatasnamankan Aliansi Masyarakat Peduli Malpraktik, puluhan orang melakukan aksi damai di depan gedung Klinik Utama Ferina, Jalan Irian Barat, Surabaya.
Kuasa hukum pasangan Tomy Han-Evelyn Saputra, Dimas Aryo mengatakan, aksi damai tersebut merupakan bentuk sikap protes atas janji klinik agar pasien bisa melahirkan anak laki-laki.
Anak itu telah lahir pada akhir 2016 lalu dengan jenis kelamin perempuan. Klinik Utama Ferina juga dilaporkan ke Polda Jawa Timur dengan tuduhan penipuan.
“Teknologi yang menentukan jenis kelamin pada bayi tabung itu merupakan salah satu alat bantu. Tidak menjanjikan 100 persen. Pasti ada kesalahan. Jadi sangat manusiawi,” kata Budi sebagai Ketua Perhimpunan Fertilitas In Vitro Indonesia (PERFITRI).
Budi pun ragu bila Klinik Utama Ferina menjanjikan keberhasilan 100 persen kepada pasien dan berkata telah mendapat konfirmasi dari dokter di Klinik Utama Ferina. “Bahwa sudah dijelaskan kemungkinan laki-laki 85 persen. Tidak pernah menjajikan 100 persen. Ada semua bukti-buktinya, ada tanda tangan bahwa pasien paham akan penjelasan itu,” ucap Budi.
Menurut Budi, sikap bijaksana dari masyarakat sangatlah dibutuhkan. Sebab, teknologi secanggih apapun tidak pernah memberikan kepastian 100 persen.
https://sains.kompas.com/read/2017/07/15/153500923/ambil-pelajaran-ini-dari-kegagalan-seleksi-jenis-kelamin-bayi-tabung