Kenapa Kita Harus Hindari Balon? Ini 5 Alasannya

Kompas.com - 08/05/2017, 18:42 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Balon yang indah ternyata punya konsekuensi buruk bagi lingkungan. Namun demikian, hingga kini tak banyak yang mengetahuinya. Berikut 5 alasan mengapa balon buruk bagi lingkungan.

Balon Bisa Tersebar Luas

Balon, terutama yang diisi nitrogen, memang melayang di angkasa. Namun, pada suatu ketinggian tertentu, balon itu akan meledak. Pecahannya bisa terbang kemana pun pada jarak yang jauh.

Buktinya, tahun 2007, balon yang dilepaskan pada hari perayaan Ratu Belanda bisa terbang hingga Normandy, wilayah yang berjarak 800 kilometer dari Amsterdam.

Kepadatan balon kira-kira 10 per kilometer persegi. Kebanyakan balon berasal dari perusahaan yang memberi ucapan selamat. Semua itu menjadi sampah.

Balon Bisa Dimakan Hewan Liar

Manusia bisa mengidentifikasi balon dengan akurat sehingga takkan memakannya. Namun, tidak demikian dengan hewan liar.

Penyu, ikan, dan burung kadang mengira balon adalah makanan. Mereka pun kerap menelannya dan masalah pun muncul. Balon menyumbat lambung dan usus, membuat hewan kelaparan dan akhirnya mati.

Balon juga kerap menjerat hewan. Elang yang sayapnya terjerat balon misalnya, akan kesulitan terbang hingga akhirnya sulit mendapatkan makanan dan mati.

Tidak Ada Balon Biodegradable

Anda mungkin mendengar balon biodegradable yang katanya terbuat dari lateks. Sayangnya, klaim bisa terurai itu hanya "hoax".

Lateks memang bahan alam dan lebih mudah terurai dari plastik. Namun, itu tak berarti bahan itu mudah terurai seperti daun pisang.

Lateks tetap membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terurai. Dalam jangka waktu itu, balon berbahan lateks bisa menimbulkan kerugian.

2 Persen Fulmar Mati karena Sampah Balon

Dampak buruk balon pada lingkungan bukan isapan jempol. Data Wageninger University menunjukkan, 2 persen fulmar, jenis burung laut, mati karena menelan balon.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau