Mengenal Sanca Batik, Jenis Piton yang Memangsa Manusia di Sulawesi

Kompas.com - 30/03/2017, 18:22 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Kasus piton yang memakan seorang petani di Mamuju, Sulawesi Barat, sepantasnya tak cuma dilihat sisi ngerinya saja. Kasus itu bisa menjadi awal untuk mengenal keragaman jenis piton di Indonesia, ancaman, dan cara mewaspadainya.

Pakar ular dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy, mengungkapkan bahwa jenis piton yang memakan Akbar (25), sang petani asal Sulawesi, adalah sanca batik. Secara ilmiah, spesies itu disebut Phyton reticulatus atau Malayophyton reticulatus.

Jenis ini tersebar di Asia Tenggara, termasuk salah satu ular dan reptil terpanjang di dunia. Sanca batik terpanjang di dunia diduga adalah individu yang pernah ditemukan di lokasi pembangunan jembatan layang di Malaysia pada tahun 2016 lalu. Panjangnya mencapai 8 meter.

Baca: Ular Piton Terbesar di Malaysia kalahkan Rekor Medusa

Di Indonesia, sanca batik terpanjang ditemukan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Panjangnya 6,95 meter. Studi Gabriella M Fredriksson dari University of Amsterdam yang dipublikasikan pada tahun 2005 di Raffles Bulettin of Zoology menguak, piton yang dimaksud bertanggung jawab pada kematian beruang madu di wilayah setempat.

Sanca batik di Mamuju - diduga mencapai 7 meter - adalah salah satu individu terpanjang yang pernah ditemukan di Indonesia. Dengan ukuran dan kemampuannya memangsa manusia, sanca batik di Mamuju diduga sudah berumur 20 lebih dari tahun.

Karakteristik menonjol dari P reticulatus adalah pola warnanya. Orang Indonesia menyebutnya menyerupai batik sehingga menyebutnya sanca batik. Sementara, ilmuwan menyebut pola warna ular itu menyerupai jaring sehingga menyebutnya "reticulated snake".

Habitat dan Mangsa

Jenis sanca batik tersebar di seluruh Indonesia, dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Halmahera, dan Sulawesi. "Habitatnya sebenarnya hutan tetapi bisa beradaptasi di daerah terbuka, menyesuaikan mangsa," kata Amir.

Dengan kemampuan adaptasi tinggi, tak mengherankan jika piton ini ditemukan di kebun kelapa sawit hingga daerah perkotaan sekalipun. Kebun kelapa sawit sendiri merupakan daerah menarik sebab mangsa ular itu memang hewan-hewan yang bisa ditemukan di kebun kelapa sawit, dari tikus hingga babi hutan.

Amir mengungkapkan, piton jarang memangsa manusia. Untuk punya kemampuan memangsa manusia, ukuran piton juga harus cukup besar. Dalam catatan Amir, kasus piton memangsa manusia terkahir terjadi awal 2000an di Palu. Individu yang memangsa manusia berukuran 5,3 meter.

Kasus lain terjadi tahun 2013, dua orang bocah di Amerika Serikat dimakan oleh piton yang kelaparan. Piton yang jadi hewan piaraan itu lapar karena baru saja lepas dari kandangnya. Dia lantas masuk ke apartemen dan akhirnya menemukan dua bocah yang sedang tertidur.

Peneliti reptil dan amfibi dari Insitit Pertanian Bogor (IPB), Mirza D Kusrini, mengungkapkan, piton yang sampai memangsa manusia biasanya mengalami kelaparan akibat tak menemukan mangsa. Itu bisa terjadi karena stok mangsa di alam memang berkurang atau kondisi habitat yang sudah rusak.

Dalam kondisi biasa, piton tidak punya kecenderungan menyerang dan memangsa manusia. "Pada dasarnya semua ular itu hewan yang pemalu, tidak menampakkan diri. Kalau berhadapan saja, dia juga akan cenderung menghindar, tak seperti singa misalnya yang menyerang," kata Mirza.

Baca: Kasus Piton di Sulawesi, Bagaimana Ceritanya Bisa Memangsa Petani?

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau