Waspadai Longsor Besar Susulan

Kompas.com - 16/12/2014, 16:03 WIB

KOMPAS.com - Pasca longsor besar pada Jumat (12/12) petang, titik-titik kritis muncul di sekitar lokasi longsor di Dusun Jemblung, Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah. Ancaman berupa kolam berdiameter 30 meter sedalam 1 meter dan pelebaran rekahan 1,5 meter terjadi di hulu titik longsor.

Ancaman terbaru itu diungkapkan Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno dan Kepala Seksi Mitigasi Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kristianto kepada pers di Posko Induk Penanganan Bencana Alam, di Karangkobar, Senin (15/12/2014). ”Itu simpulan sementara tim kaji cepat,” kata Kristianto.

Tim Kaji Cepat Gerakan Tanah melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, PVMBG, Badan Informasi Geospasial, LIPI, Ikatan Ahli Kebencanaan Geologi, UGM, Lapan, dan BMKG, setelah memantau kondisi lapangan.

”Yang pertama ada rekahan signifikan di bukit Hutan Tanggapan barat daya lurus dengan Dusun Krakal, Desa Slatri, dan Tanggapan Bawah, yang pada Sabtu lalu masih 75 sentimeter, Senin pukul 11.00 sudah 1,5 meter, padahal tidak turun hujan deras,” papar Hadi. Hujan deras berpotensi mendorong tanah di bawahnya yang luncurannya bisa lurus ke Krakal.

Kedua, ada kolam berdiameter 30 meter persegi sedalam 1 meter di atas mahkota longsoran. Hujan yang mengisi kolam berpotensi mendorong material di bawahnya.

Jumlah material yang terdorong diperkirakan lebih besar dari longsor pada 12 Desember lalu. ”Sudah didiskusikan bagaimana pengeluaran airnya. Diupayakan melalui lubang. Kalau tidak, maka air akan merembes ke tanah di bawahnya,” ujar Kristianto. Kolam terbentuk pasca longsor.

Direkomendasikan kewaspadaan desa di bawahnya, termasuk Jemblung, dan relawan. ”Senin malam, kami akan mengumpulkan para kepala desa untuk mendata pasti berapa jumlah warga yang tinggal di daerah rawan. Masih ada beda data,” kata Hadi. Sejumlah relawan ditempatkan guna memantau gerakan tanah.

Di Yogyakarta, ahli longsor UGM Teuku Faisal Fathani mengatakan, penanganan tanggap darurat sebaiknya melibatkan ahli, termasuk memantau longsor susulan. ”Segera identifikasi daerah rawan longsor dan pemetaan cepat dari berbagai sumber data, peta, citra satelit, cuaca, lokasi permukiman, serta tata guna lahan untuk analisis lebih terintegrasi,” tutur Faisal, yang timnya memantau lokasi longsor dan sekitarnya menggunakan pesawat tak berawak (drone).

Sosialisasi warga

Sosialisasi kepada masyarakat di daerah longsor sangat penting. Masyarakat diminta waspada jika hujan lebih dari dua jam meskipun tidak terlalu deras.

Mitigasi di daerah prioritas juga dibutuhkan, misalnya penguatan lereng dan drainase serta penguatan lereng. ”Pada waktu sama, perlu mitigasi berupa penguatan lembaga siaga desa, jalur evakuasi, dan sistem peringatan dini,” ungkapnya.

Untuk jangka panjang, lanjut Faisal, perlu pengembangan sistem tata guna lahan yang tepat untuk penguatan lereng di daerah rawan longsor. Itu juga harus diikuti pembuatan sistem drainase yang baik.

”Sekitar 95 persen longsor karena drainase tidak baik dipicu hujan lebat,” kata dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM Wahyu Wilopo. Sebanyak 60 persen penduduk Indonesia hidup dan tinggal di daerah lereng dataran tinggi rawan longsor.

Di Jakarta, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, status tanggap darurat bencana longsor oleh Bupati Banjarnegara berlaku hingga 19 Desember dan bisa diperpanjang. ”Umumnya pencarian korban tujuh hari dan diperpanjang hingga 14 hari jika ada yang belum ditemukan,” ujarnya. (GRE/EGI/WER/AIK/JOG/TOP)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau