Habitat Gajah Sumatera Menyusut, Potensi Konflik Meningkat

Kompas.com - 09/09/2013, 14:53 WIB

JAMBI, KOMPAS.com — Tingginya laju deforestasi turut mengubah perilaku gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) menjadi kian agresif. Potensi konflik dengan manusia pun meningkat di habitat yang beralih fungsi.

Tim Mitigasi Konflik Gajah dari Frankfurt Zoological Society (FZS) mendapati habitat gajah di ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) menyusut separuh lebih dalam empat tahun terakhir. Sebagian besar habitat di Jambi berubah menjadi kebun sawit, tanaman industri, jalan, dan area tambang.

Sekretaris Forum Konservasi Gajah Indonesia Nazarudin mengatakan, sebelum deforestasi marak, gajah sumatera cenderung menghindari pertemuan dengan manusia. Belakangan, gajah terbiasa bertemu manusia dan menyerang jika terancam.

Gajah liar di Jambi tersisa sekitar 150 ekor. Tahun 1980-an, terdapat sekitar 400 ekor.

Tutupan hutan habitat gajah melalui citra satelit tahun 2009 terpantau 84.042 hektar. Dua tahun kemudian, habitat susut jadi 56.883 ha dan kini 34.814 ha. "Penyusutan habitat bahkan mencapai 70-100 persen di selatan TNBT, jadi kebun dan ladang," kata Alber Tetanus, Koordinator Unit Mitigasi Konflik Gajah FZS di Jambi, Jumat (6/9/2013).

Habitat yang tersedia tak lagi memadai untuk populasi gajah setempat yang hampir 100 ekor. Seekor gajah liar butuh ruang jelajah hingga 1.000 ha. Gajah pun bernaung di hutan sempit penuh belukar, memaksa mereka masuk dan merusak perkebunan seperti sawit, karet, dan akasia. "Sumber makanan di hutan habis," ujarnya.

Tim juga mendapati gajah menyerang sekelompok pendatang di areal hutan yang jadi kebun sawit di sekitar Bukit Tigapuluh, bulan lalu. Seorang korban luka.

Konflik dan insiden pertemuan gajah-manusia meningkat dari 96 kasus tahun 2010 menjadi 130 kasus tahun lalu.

Jika luas habitat terus berkurang, kata Nazarudin, konflik dengan manusia akan terus meningkat. Korban jiwa timbul pada kedua pihak dan akhirnya gajah sumatera akan punah.

Pantauan GPS

Terus menyusutnya habitat gajah juga terungkap selama pemasangan unit Global Positioning System (GPS) Collar pada tiga gajah sumatera oleh tim gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi dan Taman Nasional Way Kambas, FZS, serta Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation, akhir Juli lalu. Pemasangan GPS Collar dilakukan untuk memonitor pergerakan kawanan gajah di kawasan Bukit Tigapuluh Jambi sebagai populasi terbesar gajah di Jambi.

Hutan habitat gajah yang dipasang GPS Collar ditemukan berubah menjadi kebun sawit, ladang, dan tanaman industri. Ketika menelusuri jejak-jejak kaki gajah, tim mendapati pembukaan lahan baru di sepanjang jalur.

Peneliti gajah sumatera, Alexander Mobrucker, menyatakan, gajah sumatera merupakan satu-satunya subspesies gajah di dunia yang masuk kategori paling terpuruk menurut status konservasi. Sebagian besar gajah sumatera berada di areal lahan tak dilindungi meski statusnya dilindungi. (ITA/KOMPAS CETAK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau