Racun Berbahaya Ditemukan di Otak Beruang Kutub

Kompas.com - 26/07/2013, 17:21 WIB

KOMPAS.com — Peneliti Carlenton University, Robert Letcher, mengungkap bahwa otak beruang kutub di wilayah Scoresby Sound, East Greenland, menjadi "gudang racun".

Dalam penelitiannya, Letcher menemukan racun PerfluoroAlkyl Substances (PFASs), mencakup senyawa perfluorooctane sulfonate (PFOS) dan perfluorinated carboxylate (PFCAs), di delapan bagian otak beruang kutub tersebut.

PFAs digunakan dalam industri tekstil, pengemasan makanan, busa, dan ragam industri yang memakai bahan air dan minyak. Zat ini sulit terurai, bisa bertahan di lingkungan selama 60 tahun. Racun ini dapat menyebabkan kanker dan berdampak negatif pada kemampuan reproduksi beruang kutub.

Letcher mengungkap bahwa racun semula diakumulasi di hati. Namun, racun kemudian menyebar dan terakumulasi di otak. Kandungan racun pada hati beruang kutub melebihi kadar racun sama yang dikandung anjing laut makanan beruang kutub itu.

Selama ini, diketahui bahwa racun atau senyawa yang larut dalam lemak bisa menyebar "menabrak" batas otak dan darah. Namun, temuan ini tetap mengejutkan.

"Kita sudah mengetahui bahwa kontaminan yang terlarut lemak dapat melampaui batas otak dan darah, namun sangat mengkhawatirkan bahwa PFOS dan PFACs yang biasanya terkait dengan protein mampu mencapai seluruh bagian di dalam otak yang kami analisis," ujar Letcher seperti dikutip HNGN, Rabu (24/7/2013).

Rune Dietz dari Aarhus University yang juga terlibat penelitian mengatakan bahwa penyebaran dan akumulasi PFASs pada otak beruang ini bisa menjadi sinyal bahaya bukan hanya bagi hewan melainkan juga manusia.

"Jika PFOS dan PFCAs dapat menyebar melalui sawar darah otak beruang, racun itu dapat pula menyebar dalam tubuh manusia dengan cara yang sama. Otak adalah salah satu bagian tubuh yang paling penting, bahan kimia antropogenik dapat berdampak parah," ujar Dietz.

Negara-negara maju termasuk AS telah melarang penggunaan delapan rantai karbon PFOS dan perfluorooctane carboxylate (PFOA) yang merupakan PFASs. Namun, China justru tengah meningkatkan penggunaan zat racun ini dalam industri manufaktur. Pengurangan penggunaan senyawa ini menunjukkan hasil yang bagus.

Hasil studi ini dipublikasikan di jurnal Environmental Toxicology and Chemistry. (Dyah Arum Narwastu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau