Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis yang Mendorong Kelahiran Kembali

Kompas.com - 31/07/2009, 11:27 WIB

Oleh BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Di mana ada masalah, di sana terdapat peluang. Kalimat sakti di dunia kewirausahaan ini tidak hanya menjadi slogan kosong bagi Denmark. Negeri dongeng tersebut kini menjadi salah satu negara terdepan dalam urusan merebut peluang yang ditawarkan oleh problem masif lingkungan, yaitu perubahan iklim.

Sejarah panjang telah dijalani Denmark sebelum mereka sampai pada posisi sekarang: menjadi negara sejahtera dengan penduduk yang menurut survei tahun 2008 adalah penduduk paling bahagia di dunia.

Semua berawal dari krisis global pertama minyak bumi sekitar tahun 1973-1974 yang kemudian membuat Denmark sadar bahwa negerinya akan bangkrut jika terus bergantung pada impor minyak bumi. ”Ketika itu bukan perkara lingkungan yang mendorong kami untuk hemat energi. Perhitungannya lebih pada ekonomi,” ujar staf ahli menteri pada Kementerian Luar Negeri Denmark Claus Hermansen di hadapan sejumlah wartawan dari Indonesia dan Rusia, Juni lalu di Kopenhagen, Denmark.

Apa yang menyebabkan Denmark kemudian berubah menjadi sebuah negara yang bisa disebut ”Modern Energy”? Semuanya bermula pada Oktober 1973 yang penuh gejolak. Di kawasan Timur Tengah—ladang minyak tempat bergantungnya banyak negara—sedang berkecamuk perang antara negara-negara Arab melawan Israel yang sering juga disebut sebagai Perang Yom Kippur. Denmark pada masa itu bersama Jepang merupakan negara yang lebih dari 90 persen sumber energinya bergantung pada impor minyak.

Chaos masalah energi berawal dari pecahnya perang Timur Tengah pada 6 Oktober 1973. Krisis minyak global pertama terjadi karena negara-negara Arab menggunakan minyak sebagai senjata untuk menekan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang berpihak kepada Israel. Pada awal November, negara-negara Arab mengurangi produksi minyaknya hingga 25 persen. Denmark bersama Jepang pun kelimpungan.

Dua masalah mengimpit Denmark. Pertama, harga minyak bumi terus meroket karena berkurangnya suplai secara amat signifikan dan kedua secara geostrategi pun masa depan minyak menjadi semakin tidak jelas. Denmark pun panik.

Pemerintahan Demokrat Sosial di bawah Anker Jørgensen yang ketika itu berkuasa lantas memutuskan memberlakukan peraturan pada November itu: hari Minggu tanpa mobil. Bukan hanya itu. Pemerintah juga memerintahkan semua toko mematikan lampu luar ketika mereka buka demi menghemat energi. Meski harga minyak kemudian turun, Denmark maju terus dengan kebijakan barunya.

Bel peringatan

Jens Kampmann, yang pada 1971 menjabat sebagai menteri lingkungan yang pertama—yang pada pemerintahan Demokrat Sosial 1977-1978 menjabat sebagai menteri yang bertanggung jawab atas pajak dan cukai—yakin bahwa peristiwa itu harus dipandang sebagai dering bel peringatan. Peristiwa tersebut menjadi pembuka jalan bagi pendekatan baru pembangunan Denmark. Mereka tak ingin terperosok kedua kalinya di lubang yang sama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com