KOMPAS.com - Untuk menghasilkan listrik dengan sumber energi ramah lingkungan, dapat dilakukan teknologi mikrohidro yang mudah dan murah. Itu sudah dibuktikan Sucipto, seorang warga Dusun Gunung Sawur di lereng selatan Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, sejak 1985 pada usianya yang 22 tahun.
"Dasar teorinya ada, saya peroleh dari ST (sekolah teknik, setingkat SMP) dan STM (sekolah teknik menengah, setingkat SMA). Namun, pembuatan alat kelengkapan dan pengembangan teknik mikrohidro secara keseluruhan saya pelajari otodidak," kata Sucipto, saat ditemui di rumahnya, sekaligus untuk bengkel kerjanya, Selasa (21/7).
Sucipto mulai dengan memotong material pelat logam ataupun pengelasan atau pengeboran besi, antara lain untuk pembuatan baling-baling turbin penggerak generator dan penyambung jaringan pipa untuk mengalirkan air sungai ke rumah turbin.
Pada tahun 1985, dengan dana seadanya, Sucipto menyusun rangkaian mikrohidro. Kemudian dilakukan percobaan berulang-ulang dengan sumber energi air sungai yang mengalir dekat rumahnya, Sungai Besuk Semut. Lambat laun Sucipto berhasil menunjukkan hasilnya: listrik. Masyarakat lalu meminta Sucipto lebih serius membuatnya.
Pada tahun 1990 mulai digagas dan dibuatlah mikrohidro. Dengan cara gotong royong dan penyediaan dana swadaya murni, mikrohidro hasil inovasi Sucipto ini selesai dibangun tahun 1992.
Melalui berbagai penyempurnaan sesudahnya, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Gunung Sawur kini menghasilkan listrik 13.000 watt (13 kilowatt). Sebanyak 79 keluarga Gunung Sawur menikmati penerangan listrik dari PLTMH itu.
PLTMH Gunung Sawur bagi Sucipto adalah titik awal aplikasi hasil industri rumahnya. Di teras rumah tak lebih dari ukuran 3 x 3 meter persegi, Sucipto membuat bengkel untuk pembuatan turbin serta kelengkapan PLTMH lainnya. Rangkaian detail peralatan yang tidak dibuat hanyalah generator. Meski bisa membuat sendiri, harga generator bisa mahal. Padahal kalau beli, Rp 9 juta yang buatan China berkapasitas 30.000 watt.
Sejak 1992 hingga 2009 ada 81 PLTMH buatan Sucipto. Energi listrik yang dihasilkan, 5.000 watt-40.000 watt, dan tersebar di Jawa Timur, yaitu Lumajang, Probolinggo, Ponorogo, Trenggalek, Malang, Mojokerto, Pacitan, dan Jember. Ada yang dipasang di Lampung dan Bengkulu.
Inspirasi kincir air
Sucipto terinspirasi dengan yang dilihatnya pada masa remaja, tahun 1980-an, yaitu kincir air di desanya, di Kecamatan Candipuro. Ia melihat sepuluh kincir air di berbagai desa menggerakkan turbin dan generator untuk menghasilkan listrik.