Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitos Gerhana Matahari, dari Jatuhnya Kepala Dewa sampai Tanda Kiamat

Kompas.com - 26/12/2019, 18:02 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

Sumber Quartz

KOMPAS.com – Sebelum sains menjelaskan gerhana matahari sebagai sebuah fenomena, para penduduk dunia berusaha keras untuk memahami proses alam tersebut.

Mereka berusaha memahami mengapa matahari menghilang dari langit. Sehingga, mereka berusaha menerka alasan di balik terjadinya gerhana matahari.

Mitos di negara-negara Asia

Mengutip situs Quartz dan Time & Date, Kamis (26/12/2019), mitos tentang gerhana matahari tersebar di berbagai wilayah dunia. Di Vietnam misalnya, masyarakat dulu percaya bahwa gerhana matahari muncul karena kodok raksasa yang memakan matahari.

Di belahan bumi lainnya yakni Norwegia, masyarakat lampau percaya gerhana matahari terjadi karena serigala yang memakan matahari.

Mitos matahari dimakan oleh hewan tak sampai situ. Masyarakat lampau di China percaya, gerhana matahari terjadi karena matahari dimakan oleh naga. Dalam bahasa Mandarin, gerhana yaitu chih atau shih yang berarti “memakan”.

Baca juga: Gerhana Matahari Cincin di Singkawang Begitu Sempurna, Ini Rupanya

Berdasarkan mitologi Hindu, gerhana matahari terjadi karena Dewa Rahu memakan Amrita (God’s Nectar). Kepala Rahu kemudian jatuh dari langit dan dimakan oleh matahari, menyebabkan gerhana.

Lain halnya dengan Korea. Penduduk Korea masa lampau percaya bahwa gerhana matahari terjadi karena siluman-siluman anjing berusaha untuk mencuri matahari.

Mitos di Benua Amerika

Sekelompok penduduk wilayah terpencil di barat daya Amerika Serikat punya versi lain tentang gerhana matahari. Pomo, begitu nama suku tersebut, percaya bahwa gerhana matahari disebabkan oleh seekor beruang yang berkelahi dengan matahari.

Beruang tersebut kemudian menggigit matahari, jadilah gerhana matahari. Cerita belum selesai sampai situ. Usai menggigit matahari, beruang mengejar bulan dan menggigitnya juga. Jadilah gerhana bulan.

Cerita ini juga berdasarkan fakta bahwa biasanya, gerhana matahari terjadi sekitar dua minggu sebelum atau sesudah gerhana bulan.

Fenomena Gerhana Matahari Cincin atau Gerhana Matahari parsial dilihat lewat teleskop dan difoto menggunakan ponsel, di PP-IPTEK, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Kamis (26/12/2019).KOMPAS.com/M ZAENUDDIN Fenomena Gerhana Matahari Cincin atau Gerhana Matahari parsial dilihat lewat teleskop dan difoto menggunakan ponsel, di PP-IPTEK, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Kamis (26/12/2019).

Masyarakat Inuit yang tinggal di sekitar Kutub Utara termasuk Kanada punya cerita cersi lain. Dikisahkan Dewi Matahari bernama Malina bertengkar dengan Dewa Bulan bernama Anningan. Gerhana matahari terjadi saat Anningan bertemu dengan adik perempuannya.

Mitos masa kini tentang gerhana matahari

Mitos mengenai gerhana matahari masih eksis hingga saat ini. Banyak penduduk dunia yang melihat gerhana mathari sebagai momen yang membawa kematian, kehancuran, dan bencana.

Beberapa mitos zaman sekarang yang kerap beredar, salah satunya, adalah tentang ibu hamil. Konon, ibu hamil tidak boleh keluar rumah saat gerhana matahari. Begitu pula dengan bayi.

Penduduk di beberapa negara juga percaya gerhana matahari merupakan tanda-tanda kiamat.

Baca juga: Mengapa Harus Pakai Kacamata Khusus saat Melihat Gerhana Matahari?

Di India, para penduduk berpuasa selama gerhana matahari. Mereka percaya bahwa setiap makanan yang dimasak pada saat gerhana matahari mengandung racun dan tidak suci.

Namun, mitos mengenai gerhana matahari tidak selalu bersifat negatif. Di Italia misalnya, masyarakat percaya bahwa bunga yang ditanam saat gerhana matahari akan lebih subur dibanding yang lain.

Tidak ada bukti ilmiah

Terlepas dari semua mitos mengenai gerhana matahari, tidak ada bukti ilmiah yang membuktikan bahwa semua itu adalah benar.

Tidak ada bukti ilmiah yang menjelaskan bahwa gerhana matahari memberi perubahan pada perilaku manusia, kesehatan, perilaku hewan, serta kondisi lingkungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau