Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Instalasi Gabion dari Batu Karang, Begini Tanggapan Ahli

Kompas.com - 25/08/2019, 19:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Instalasi gabion di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat menyita perhatian netizen sejak Sabtu (24/8/2019).

Hal ini bermula dari unggahan pemerhati isu lingkungan Riyanni Djangkaru. Mantan presenter acara Jejak Petualang itu mengatakan, bebatuan yang digunakan untuk instalasi adalah batu karang.

Kritik ini muncul setelah Riyanni dan beberapa kawannya mengecek langsung instalasi tersebut.

"Pas saya dekati, kelihatan memang sebagian besar pola-pola skeleton karang itu terlihat cukup jelas. Kalau dilihat langsung, kita langsung ngeh," ujar Riyanni seperti diberitakan Kompas.com dalam artikel Riyanni Djangkaru Kritik Penggunaan Batu Karang dalam Instalasi Gabion.

Dari unggahan Riyanni tersebut, muncul diskusi di media sosial baik Twitter dan Instagram tentang seluk beluk material instalasi gabion tersebut.

Baca juga: Riyanni Djangkaru Kritik Penggunaan Batu Karang dalam Instalasi Gabion

Kompas.com pun mencoba menghubungi ahli terumbu karang dari Loka Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Oseanografi (LPKSDMO) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Abrar.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 

“ Sama, gw juga belum pernah lihat, yuk, jadi penasaran!” , jawab @windy_ariestanty yang diamini @murni.ridha ketika saya mengajak mereka melihat instalasi terbaru di Bunderan HI: Instalasi Gabion. Setelah selesai mengganggu @amrazing dan @madame_exotique dalam acara penutupan pameran foto batik mereka, kami memutar otak bagaimana cara untuk bisa melihat instalasi lebih dekat. Diawali dgn pertanyaan @adham di sebuah Whatsapp group beberapa hari lalu tentang batuan yang digunakan untuk instalasi tsb, rasanya perlu untuk mengkroscek lebih lanjut sebelum akhirnya mengunggahnya disini. Kesan pertama, terus terang saya terkesan dengan berbagai jenis tumbuhan anti polutan yang dicontohkan di sekitar instalasi, bisa jdi masukan apa saja yang bs ditanam di pekarangan rumah. Beberapa petugas tampak sedang sibuk menyempurnakan instalasi tersebut, membalas senyum dan membiarkan kami mengeksplorasi instalasi yang dibuat dengan dana APBD sebesar 150 jt ini. Saya mendekat, berusaha melihat lebih jelas batu apa yang digunakan. Jantung saya tiba-tiba berdetak lebih kencang. Tumpukan karang- karang keras yang sudah mati. Ada karang otak dan berbagai jenis batuan karang lain yang amat mudah dikenali . Kami menjadi bingung, memandang satu sama lain dalam kebisuan, bukannya terumbu karang dilindungi penuh? Bukankah sudah ada berbagai peraturan yg mengatur konservasi terumbu karang? Mulai dari UU 5/1990 , atau UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilyah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang saya unggah disini. Sebagai bagian dari pelaksanaan peraturan-peraturan ini adalah peran pemerintah daerah dan juga masyarakat dalam mendukung kegiatan konservasi terumbu karang. Saya jd bertanya-tanya, apakah perlu ketika sebuah instalasi dengan tema laut dianggap harus menggunakan bagian dari satwa dilindungi penuh ? Apakah penggunaan karang yang sudah mati ini dpt dianggap seakan “menyepelekan “ usaha konservasi yang sudah, sedang dan akan dilakukan? Darimana asal dari karang-karang mati dalam jumlah banyak tersebut? Ekspresi seni adalah persoalan selera, tp penggunaan bahan yang dilindungi Undang-undang sebagai bagian dari sebuah pesan,mohon maaf, menurut saya gegabah. ???? #sekedarmengingatkan

Sebuah kiriman dibagikan oleh Riyanni Djangkaru (@r_djangkaru) pada 23 Agu 2019 jam 7:39 PDT

Dari foto-foto yang ada di dalam postingan Riyanni, Abrar mengatakan bahwa itu termasuk batuan kapur dari rangka karang mati atau sudah jadi fosil.

"Batuan kapur dari rangka karang mati dapat ditambang di daratan pesisir atau di daratan yang jauh dari pesisir," ucap Abrar kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Minggu (25/8/2019).

Menanggapi isu instalasi gabion yang tengah ramai dibicarakan, Abrar berkata sebaiknya kita mengetahui pasti terlebih dahulu batuan tersebut diperoleh dari mana.

"Selain itu sebaiknya batuan kapur yang digunakan untuk instalagi gabion bukan ditambang di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil," tegas dia.

Abrar pun belum dapat memberikan tanggapan lebih lanjut, sampai ada kejelasan dari mana sumber batuan tersebut.

"Kalau batuan kapur seperti ini memang sering dijual di toko material atau bangunan sebagai bahan galian atau tambang. Di toko bangunan memang nama jualnya batu kapur koral," ujar Abrar.

Penambangan batu kapur dari karang mati. Penambangan batu kapur dari karang mati.
Abrar menggarisbawahi, secara regulasi jual beli karang jelas dilarang, terutama penambangan batu batu karang - termasuk yang sudah mati - di perairan dangkal dan daerah pesisir pantai berbatu karang dan pulau-pulau kapur karang.

"Dari banyak info, batuan kapur karang yang diperjualbelikan, ditambang jauh dari pesisir seperti di daerah bukit kapur dan berada di luar ekosistem terumbu karang serta perairan dangkal pesisir. Namun terkait regulasi penambangan dan jual beli batuan kapur dari fosil karang di daratan, saya tidak tahu persisnya," jelas Abrar.

Dia menjelaskan, batuan karang yang ada di daratan terbentuk dari proses tektonik dan kejadian geologis lain.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau