KOMPAS.com - "Hamil itu cuma sembilan bulan sepuluh hari, tapi jadi orangtua seumur hidup," kata ibu Dara (Lulu Tobing) ketika mengetahui anak sulungnya berbadan dua, dalam film Dua Garis Biru.
Selain membahas hubungan antara anak dan orangtua, Gina S Noer sang sutradara sekaligus penulis naskah juga memberi bumbu pendidikan seksual di film debutnya ini.
Mulai dari dampak seks bebas pada laki-laki maupun perempuan hingga risiko kesehatan yang akan dialami jika remaja putri hamil dan melahirkan di usia 17-18 tahun.
Pendidikan seksual itu tentu saja diajarkan di sekolah, tapi rumah adalah tempat aman bagi anak untuk mengenal hal ini.
Anna Surti Ariani Psikolog anak dan keluarga dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI menganjurkan, pendidikan seksual sudah diajarkan orangtua ke anak sedini mungkin.
Baca juga: 27 Steps of May, Bagaimana Mestinya Hadapi Korban Kekerasan Seksual?
"Sex education itu bukan sesuatu yang muncul begitu saja, tapi bertahap. Sama seperti kita belajar matematika," ungkap perempuan yang akrab disapa Nina kepada Kompas.com, Kamis (18/7/2019).
Pengenalan akan sex education sudah bisa dimulai sejak bayi. Misalnya ketika memandikan si buah hati, orangtua memperkenalkan anggota tubuh pada anak.
"Ini kaki, ini tangan, ini penis, ini vagina, dan seterusnya," ujar Nina.
Nah, saat anak sudah bisa memahami maksud perkataan orang dewasa atau sekitar umur tiga tahun, orangtua bisa mulai membekali dengan pelajaran mudah.
Misalnya mengajak anak mengeringkan vagina setelah anak buang air kecil, atau mengajari anak jika ganti baju harus di ruang tertutup.
"Malu ah kalau ganti baju diliatin orang, masuk yuk ke kamar mandi," kata Nina.
Ketika usia anak bertambah dan memasuki balita, orangtua sudah bisa memberitahukan bahwa tubuh anak tidak boleh disentuh sembarangan oleh orang lain kecuali orangtua atau pengasuh yang sedang memandikan atau membersihkan, juga dokter yang sedang memeriksa tubuhnya dengan pendampingan ortu.
"Kalau sudah terbiasa membicarakan dengan wajar, maka di tahap selanjutnya yaitu di usia remaja, akan lebih mudah untuk melakukan pendidikan seksualitas," ungkap dia.
Nah, jika pendidikan seksualitas sesuai tahapan usia anak, maka saat remaja dia kan tahu bahwa seks tidak aman itu berbahaya.
"Remaja kan sering tidak berpikir panjang. Jadi saat pendidikan seksualitas, dipaparkan apa efek lebih lanjut dari perbuatan seks tak bertanggung jawab," ujar Nina.
Baca juga: Praktik Parasitisme Seksual, Video Perkawinan Anglerfish Ini Kejutkan Peneliti
Di usia SMA atau bahkan SMP (tergantung kerawanan kondisinya) pendidikan seksualitas mencakup efek hamil di usia remaja.
"Kita bisa cerita bahwa tubuhnya akan berubah dan perubahannya tidak selalu nyaman, misalnya menanggung berat tambahan sekitar 12 kg ke mana-mana, risiko lebih besar mengalami kanker leher rahim, dia bisa dijauhi teman-teman, ketinggalan bersekolah atau bahkan putus sekolah karena harus mengurus anak, padahal kalau pendidikan level rendah maka akan lebih sulit mencari pekerjaan yang dibayar tinggi, dan sebagainya," kata Nina.
"Biasanya kalau dibicarakan semacam ini, remaja jadi lebih berpikir sebelum melakukan perbuatan seks tak bertanggung jawab," tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.