Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beli Apartemen 43,4 Miliar, Alasan Kelakuan Orang Tajir Bikin Kita "Kepo"

Kompas.com - 18/07/2019, 19:34 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Profil pembeli tunai apartemen mewah berharga 43,4 miliar menjadi perhatian publik belakangan. Artikel Kompas.com berjudul "Profil Pembeli Apartemen Rp 43,4 Miliar Tunai Bukan OKB Tanggung" bahkan sudah dibaca sebanyak 62.833 kali hingga saat ini.

Hal ini menunjukkan ketertarikan para warganet tentang kehidupan para orang kaya "tajir melintir".

Tak hanya saat ini saja, ketertarikan masyarakat pada kehidupan orang kaya sudah sejak lama. Lihat saja, reality show yang menunjukkan kehidupan keluarga sosialita dunia The Kardashian yang berjudul Keeping Up With The Kardashians.

Reality show tersebut bahkan sudah memasuki musim ke-16 tahun ini. Ini membuktikan bahwa banyak orang yang penasaran dengan kehidupan para orang kaya.

Baca juga: Seberapa Nyata Kisah #CrazyRichSurabayan?

Di Indonesia, pada 2018 lalu, tagar #CrazyRichSurabayan menjadi trending di twitter. Kebanyakan berisi kesaksian bagaimana kehidupan orang kaya "tajir melintir" asal Surabaya.

Fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa ketertarikan masyarakat terhadap kehidupan orang kaya selalu ada. Tapi, apa yang menyebabkan rasa penasaran itu?

Benci Orang Kaya Tapi Ingin Menjadi Kaya

Ternyata fenomena ini juga menjadi perhatian para pakar dunia. Menurut para pakar keuangan dunia, rasa penasaran itu banyak berhubungan dengan korelasi cacat mengenai banyak uang dengan peningkatan kebahagiaan.

Dengan kata lain, banyak orang berpikir bahwa orang yang memiliki banyak uang akan lebih banyak bahagia.

Meski di satu sisi, kenyataannya tidak selalu seperti itu. Brad Klontz, pendiri the Financial Psychology Institute juga turut berkomentar mengenai fenomena ini.

"Kita memiliki love-hate relationship dengan kekayaan," ungkap Klontz dikutip dari Highsnobiety Maret 2018 lalu.

"Kita memiliki keyakinan negatif tentang kekayaan seperti korupsi, orang kaya yang rakus, dan kekayaan keluarga yang membuat orang tak punya bakat serta tujuan," imbuhnya.

Uniknya, ketika mempelajari mengenai hubungan masyarakat dan kekayaan, Klontz menemukan bahwa orang yang mengaitkan orang kaya dengan sifat negatif justru percaya bahwa kekayaan dapat mengubah hidup mereka lebih baik.

Hasil akhir ini memberi pemahaman baru bahwa sebenarnya masyarakat membenci orang kaya tapi di saat yang sama ingin menjadi seperti mereka.

Rehat dari Kehidupan Asli

Tetapi, itu bukan satu-satunya alasan kenapa kita begitu senang melihat kehidupan orang kaya. Menurut profesor jurnalistik di Northwestern, Rachel Davis Mersey, mengikuti kehidupan orang kaya memberi kita waktu "istirahat" dari kehidupan kita sendiri.

"Liputan media tentang kehidupan orang kaya memberi apa yang kita sebut dengan pelepasan psikologis atau pelarian," kata Mersey.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com