KOMPAS.com - Baru-baru ini, media sosial dipenuhi dengan tagar #CrazyRichSurabayan. Tagar tersebut muncul menyusul tayangnya film Crazy Rich Asians yang menampilkan gambaran kehidupan orang-orang kaya di Asia.
Sama seperti film tersebut, tagar ini menceritakan tentang kekayaan warga Surabaya yang disebutkan pengamat tidak pernah memamerkan kekayaannya tapi nampak di saat-saat tertentu.
Her: goodie bag buat ultah apa ya miss?
— 726 (@btari_durga) September 13, 2018
Me: anak2 dikasih permen sama sticker aja udah happy banget.
Her: ya udah iPod aja ya? Nanti saya isiin lagu anak2.
(Dan beneran iPod dong buat tiap bocah) #CrazyRichSurabayan
Pengamat dalam hal ini adalah warganet yang berbagi pengalamannya saat bertemu dengan orang-orang kaya asal Surabaya yang konon justru suka berpenampilan sederhana. Namun, tagar ini memicu pertanyaan, benarkah hal tersebut nyata?
Pandangan mata terantuk pada tagar #CrazyRichSurabayan. Jadi teringat percakapan ibu-ibu tak saya kenal di suatu restoran, berbulan-bulan silam.
???? Rumah di Manyar Kertoarjo itu akhir'e kubeli.
???????? Kena piro?
???? Murah. Cuma 24 M.CUMAAAA Rp24 miliar? ????
— Herry SW (@herrysw) September 14, 2018
Menurut ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, jika dilihat dari struktur ekonominya, Surabaya memang tempatnya warga kelas menengah ke atas.
Dia menjelaskan, 58 persen kontributor pertumbuhan ekonomi nasional ada di Jawa, dan di Jawa pertumbuhan itu terpusat pada Jakarta dan Surabaya.
"Produk domestik regional bruto Surabaya 24 persen dari seluruh Jawa Timur," kata Bhima. Kota itu diketahui punya 873 industri besar dan sedang, yang menyerap 152.000 tenaga kerja.
Surabaya sendiri adalah pusat dari industri manufaktur terbesar di Indonesia. Penanaman modal asing di Surabaya pada tahun 2017 menurut data BPS mencapai Rp2,3 triliun.
Kepala Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih, menjelaskan bahwa Surabaya adalah penopang ekonomi kedua di Indonesia jika ditilik dari jumlah perdagangan dan peredaran uangnya.
Baca juga: Peneliti Analisis Rahasia Jadi Kaya, Apa Hasilnya?
Letaknya yang strategis juga menjadikan Surabaya sebagai pusat penghubung untuk menuju ke Indonesia Timur.
"Selain itu ada banyak Penanaman Modal Asing dari Korea, Jepang dan lain-lain," kata dia.
"Penerbangan langsung juga adalah indikator perkembangan ekonomi suatu kota. Di Surabaya, maskapai besar punya penerbangan langsung sehingga tidak perlu ke Jakarta," kata Lana.
Menurut data BPS, pada 2017 bandara Juanda di Surabaya adalah bandara dengan lalu lintas penumpang dan barang terbesar kedua setelah Jakarta.
Ada 7,9 juta orang yang melintas per tahun, dan 45.400 ton barang.
Meski begitu, Lana mengaku tidak tahu berapa banyak kelas menengah ke atas yang ada di Surabaya.
"(Tapi yang pasti) di Surabaya juga ada Putra Sampoerna, salah satu orang terkaya di Indonesia, yang jaringan bisnisnya sudah tidak diragukan lagi," kata dia.
Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa perekonomian Surabaya tumbuh dengan pesat jika dilihat dari data BPS pada 2014-2017.
"Ke depan, pertumbuhan masih akan terus berlanjut, karena basis industrinya kuat," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.