Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Petani Milenial soal Pidato Visi Indonesia Jokowi: Lahan Mahal, Anak Muda Susah Beli

Kompas.com - 15/07/2019, 11:55 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Dalam pidato visi Indonesia pada Minggu (14/7/2019), Jokowi menyatakan bahwa pembangunan infrastrukturnya akan diperluas hingga kawasan lebih kecil, salah satunya pertanian.

"Ke depan, kita akan lanjutkan dengan lebih cepat dan menyambungkan infrastruktur besar tersebut, seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara dengan kawasan-kawasan produksi rakyat," kata Jokowi.

"Kita juga harus menyambungkan infrastruktur besar dengan kawasan persawahan, kawasan perkebunan, dan tambak-tambak perikanan," imbuhnya.

Deddy Tri Kuncoro, petani muda dari Yogyakarta menyambut baik rencana Jokowi tetapi mengatakan bahwa petani butuh dukungan lebih dari infrastruktur.

"Lahan Semakin Mahal," katanya. "jadi anak-anak muda akan semakin susah dapat lahan pertanian. Perumahan sudah mulai menyasar ketanah subur, bahkan yang awalnya hijau bisa jadi kuning."

Deddy yang memutuskan untuk resign dari bank tempatnya bekerja pada tahun 2016 dan fokus bertani mengatakan bahwa modal juga merupakan hambatan utama untuk petani muda.

Bank menilai pengajuan kredit berdasarkan pengajuan kredit berdasarkan penghasilan tetap. Bagi petani yang umumnya tak memilikinya, kredit pengembangan usaha sulit.

"Petani juga bingung karena subsidi tidak pas. Harusnya subsidi bukan cuma di saprodi tapi di pasca panennya juga harus dipikirkan," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (15/7/2019).

Baca juga: Tanggapi Pidato Visi Indonesia Jokowi, Ilmuwan Usul Kriteria Penilaian Menristekdikti

Ia mengatakan, saprodi (sarana produksi pertanian) juga semakin mahal, misalnya untuk pupuk dan pestisida. Seharusnya petani didampingi untuk membuat sendiri pupuk dan pestisida alami.

Di luar soal produksi, Deddy mengungkapkan perlunya melatih petani untuk menganalisis permintaan konsumen sehingga bisa memenuhinya.

Untuk mendistribusikan produk, petani juga masih terkendala tengkulak. Petani tidak bisa menghitung harga sehingga tidak tahu bahwa lahan milik sendiri dan tenaga sendiri harus juga dihargai.

Karena kompleksitas masalah pertanian, Deddy berharap agar rencana pengembangan infrastruktur hingga sawah-sawah disertai dengan pembangunan petani itu sendiri.

Dengan perkembangan teknologi, lulusan Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, ini juga berharap agar ada program pengenalan teknologi pada petani.

Selama 3 tahun bertani, Deddy telah mendirikan perusahaan produk organik PT Pangan Sehat Nusantara dengan merek Say Fresh.

Dia memiliki lahan sewaan di Sleman dan Magelang. Selain itu, dia mengambil produk hasil bumi dari petani lainnya di sejumlah wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah.

"Saat ini saya terjun ke pendampingan petani, berjualan sayur organik dan pangan sehat. Walau setiap bulan bisa rugi sampai 10-jtan untuk edukasi konsumen namun semakin ke sini semakin bagus," ungkapnya.

Tahun 2016 saat memulai, Deddy hanya menjual produk pertaniannya di depan Gereja Kotabaru dan menjual bibit tanaman.

Baca juga: Pidato Visi Indonesia Jokowi, Emak-emak hingga Peneliti Beri Tanggapan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau