KOMPAS.com - Dalam tujuan mencari kehidupan lain di alam semesta, para ilmuwan sering berfokus pada wilayah layak huni yang disebut "Zona Goldilocks".
Zona Goldilocks adalah area di sekitar bintang induk yang memungkinkan sebuah planet memiliki suhu tepat untuk membuat air tetap cair.
Jika selama ini wilayah tersbeut sering diperkirakan berada di sekitar bintang induk, kini peneliti Harvard menyarankan hal lain. Mereka berpendapat ada zona Goldilocks lain dalam perburuan kehidupan alien.
Alih-alih berpendapat zona Goldilocks dekat dengan bintang induk, mereka justru berpendapat area ini memiliki lubang hitam supermasif.
Baca juga: Lubang Hitam Pertama yang Diabadikan Diberi Nama, Apa Artinya?
Sebagai informasi, lubang hitam supermasif dikelilingi oleh cakram gas dan debu yang berputar yang disebut nukleasi galaksi aktif (AGN).
Piringan ini memancarkan radiasi dan cahaya dalam jumlah yang luar biasa. Banyak peneliti berasumsi radiasi ini akan menghancurkan atmosfer planet-planet terdekat, menciptakan "zona mati" di sekitar lubang hitam.
Tetapi sekarang, dalam penelitian yang diterbitkan dalam The Astrophysical Journal, para peneliti Harvard menentang asumsi itu.
"Orang-orang kebanyakan berbicara tentang efek merugikan (lubang hitam)," kata peneliti Manasvi Lingam kepada Live Science, Rabu (19/06/2019).
"Kami ingin menguji kembali seberapa merugikan (radiasi) itu... dan bertanya pada diri sendiri apakah ada hal positif," sambungnya.
Merangkum dari Futurism, Rabu (19/06/2019), untuk melakukan itu, para peneliti menciptakan model komputer AGNs. Dengan menggunakan pemodelan itu, mereka dapat mengidentifikasi "zona Goldilocks galaksi" di sekitar lubang hitam.
Menurut laporan mereka, jika diposisikan di dalam wilayah ini, atmosfer planet akan tetap utuh. Sementara itu, radiasi AGN justru dapat memecah molekulnya menjadi senyawa pendukung kehidupan.
Bahkan, cahaya dari AGN dapat memfasilitasi fotosintesis.
Tim tersebut juga meninjau kembali dampak negatif yang ditimbulkan dari radiasi AGN pada planet terdekat. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa asumsi efek buruk radiasi lubang hitam telah dilebih-lebihkan.
Untuk diketahui, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa efek merusak dari lubang hitam seukuran Bima Sakti Sagittarius A akan menghilangkan atmosfer planet seperti Bumi dalam 3.200 tahun cahaya.
Tapi, penelitian baru ini justru menyimpulkan kerusakan akan berakhir pada jarak hanya 100 tahun cahaya.
"Melihat apa yang kita ketahui tentang Bumi, ini menunjukkan bahwa mungkin efek positif tampaknya diperluas di wilayah yang lebih besar daripada efek negatif," kata Lingam.
"Itu benar-benar mengejutkan," pungkasnya.
Baca juga: NASA Siapkan Tameng Bunga Matahari untuk Berburu Planet Alien
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.