KOMPAS.com - Minggu terakhir bulan puasa sudah di depan mata. Seperti tradisi tahun-tahun sebelumnya, kebanyakan masyarakat Indonesia melakukan mudik atau pulang ke kampung halaman.
Di antara banyaknya pilihan moda transportasi untuk mudik, salah satu yang paling banyak dibicarakan adalah sleeper train atau kereta dengan model khusus agar penumpang bisa dalam posisi tidur.
Meski diangap baru, sebenarnya Indonesia telah lama memiliki kereta sleeper. Lalu, apa bedanya dengan sleeper train terbaru?
Bagaimana pula rasa menumpang kereta sleeper jaman dahulu? Berikut ceritanya...
Baca juga: Gen untuk Tidur Siang Memang Ada, Para Peneliti Membuktikannya
Pada 27 Mei 1967, reporter harian Kompas berkesempatan mengikuti perjalanan percobaan pertama daripada kereta api ekspres malam, bersama rombongan yang beranggotakan menteri perhubungan, direktur utama PNKA, sekjen Lembaga Pariwisata Nasional, pejabat-pejabat dari perwakilan-perwakilan negara-negara sahabat dan wakil-wakil perusahaan-perusahaan yang sedikit banyak bersangkut paut dengan dunia pengangkutan dan pariwisata, seperti perusahaan penerbangan perkapalan, travel bureaux dan tak lupa pula golongan pemberitaan.
Untuk peristiwa pembukaan ini, kami melihat bahwa stasiun kota diliputi suasana ramai. Stasiun kota sebenarnya memeng paling megah di antara stasiun-stasiun ibukota, tetapi karena letaknya agak jauh dari pusat-pusat perumahan yang makin lama makin menyebar maka kemegahannya ini kurang dapat dimanfaatkan.
Memang cocok sekali stasiun ini melayani tiba dan berangkatnya penumpang-penumpang kereta api, cukup kita ingat akan dua belas peronnya dan ruang lobinya yang luas.
Sebagaimana biasa acara dimulai dengan sambutan-sambutan. Bedanya adalah bahwa pidato-pidato itu ditekankan pada singkat-padatnya dan juga sudah jauh lebih jujur daripada zaman Orde Lama.
Ir Imam Subarkah, Dirut PNKA mengetahui bahwa kereta-kereta ini adalah hasil pesanan Orde Lama, tetapi kita sudah terlanjur memilikinya dan sekarang akan memanfaatkannya sebaik-baiknya.
Ditekankan pula bahwa hal yang sudah biasa dilupakan tetapi kini mutlak harus kita perhatikan adalah masalah maintenance atau pemeliharaannya.
Brigdjen Subroto Kusumohadjo menekankan pada fungsi KA BIMA (Biru Malam) sebagai memberikan trasnportasi yang menyenangkan dan tidak melelahkan, terutama dewasa ini di mana Garuda belum sanggum menyelenggarakannya secara memuaskan.
Menteri perhubungan Laksda (U) Sutopo sebagai pembicara terakhir melukiskan KA BIMA ini sebagai jawaban atas demands dalam menyarakat.
Ia menekankan pada ketepatkan waktu sebagai fakto juga akan memupuk kepercayaan dan kesenangan dunia pariwisata, dan oleh karenanya harus diperhatikan, usahanya antara lain adalah rehabilitasi rolling stock dan alas serta besi rel.
Baca juga: Ilmuwan Lacak Bagaimana Bakteri Tangguh Menyebar di Kereta Komuter
Setelah pidatonya, dengan menekan tombol pada panggung, menteri memberikan isyarat bahwa kereta api dapat berangkat.
Rombongan menaiki kereta api diantar oleh pramugari serta pramugara dari Compass Travel Bureau yang bekerja sama dengan PNKA akan menyelanggarakan pelayanan selama dalam perjalanan.