Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiru Proses Fotosintesis, Ahli AS Berhasil Ciptakan Bahan Bakar Cair

Kompas.com - 23/05/2019, 18:32 WIB
Julio Subagio,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

Sumber phys.org

KOMPAS.com – Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara merupakan sumber energi utama yang digunakan oleh masyarakat dunia, mulai dari skala rumah tangga hingga tingkatan industri.

Penggunaan yang masif ini tidak dapat berlangsung lama, karena bahan bakar fosil merupakan sumber daya alam yang membutuhkan waktu sangat lama, jutaan tahun untuk dapat diperbaharui.

Namun, penelitian satu ini agaknya membuka harapan baru mengenai permasalahan ketersediaan sumber energi.

Para peneliti di bidang kimia dari University of Illinois telah berhasil menghasilkan bahan bakar dengan menggunakan air, karbon dioksida, dan cahaya tampak seperti fotosintesis buatan.

Melalui konversi karbon dioksida menjadi molekul yang lebih kompleks, seperti propana, teknologi green energy sekarang selangkah lebih dekat untuk dapat menyimpan energi matahari, khususnya dalam bentuk ikatan kimia, dan bisa digunakan saat matahari tak lagi bersinar.

Baca juga: Rekayasa Fotosintesis Bikin Tumbuhan Lebih Subur dan Jumlah Panen Naik

Tumbuhan menggunakan cahaya matahari untuk mendorong reaksi kimia antara air dan karbon dioksida sehingga dapat menyimpan energi matahari dalam bentuk glukosa yang kaya energi.

Melalui studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications, ahli mengembangkan proses artifisial menggunakan bagian cahaya hijau pada spektrum cahaya tampak yang digunakan oleh tumbuhan selama fotosintesis untuk mengonversi CO2 dan air menjadi bahan bakar, disertai dengan aplikasi nanopartikel emas kaya elektron sebagai katalis.

"Tujuan kami adalah memproduksi hidrokarbon kompleks dalam bentuk cair dari CO2 berlebih dan sumber daya lain yang mudah diperoleh, seperti cahaya matahari," ujar Prashant Jain, ahli kimia yang terlibat dalam studi ini, dilansir dari Phys.org, Rabu (22/5/2019).

"Bahan bakar cair bersifat ideal karena lebih mudah, murah, dan aman untuk ditransportasikan dibandingkan gas, dan karena tersusun dari rantai molekul panjang, maka ikatan kimianya jauh lebih banyak, atau dengan kata lain, pengemasan energinya lebih padat," tambahnya.

Berkolaborasi dengan Sungju Yu, peneliti post-doktoral di bawah bimbingannya, Jain menggunakan katalis logam untuk menyerap cahaya hijau dan mentransfer elektron dan proton yang dibutuhkan untuk reaksi kimia antara CO2 dan air, menggantikan peranan pigmen klorofil pada fotosintesis alami.

Jain menjelaskan bahwa nanopartikel emas bekerja dengan baik sebagai katalis, karena permukaannya lancar berinteraksi dengan molekul CO2, sehingga efisien dalam menyerap cahaya dan tidak mudah terdegradasi seperti logam lainnya.

Terdapat beberapa cara untuk menggunakan energi yang tersimpan dalam bahan bakar hidrokarbon cair ini.

Metode yang paling mudah adalah pembakaran (combustion) konvensional, yang tidak produktif karena menghasilkan lebih banyak emisi karbon dioksida dan menyiayiakan penggunaan dan penyimpanan energi matahari untuk pembuatan bahan bakar cair tersebut.

Untuk itu, perlu dicari metode lain yang lebih efisien dari segi energi, juga ramah lingkungan.

"Terdapat penggunaan potensial non-konvensional yang menggunakan hidrokarbon yang dihasilkan lewat proses ini. Hidrokarbon dapat digunakan untuk mengisi sel energi yang dapat memproduksi arus dan tegangan listrik. Saat ini, berbagai laboratorium di seantero dunia tengah mencari cara efisien untuk mengonversi hidrokarbon ke listrik," tuturnya.

Baca juga: Ternyata, Tumbuhan Punya “Internet” Sendiri

Pengembangan teknologi ini masih berada dalam tahap awal, dan para peneliti mengakui bahwa proses fotosintesis buatan ini memiliki tingkat efisiensi yang rendah, jauh dari proses alami yang dilakukan oleh tumbuhan.

"Kita perlu mempelajari bagaimana mengatur katalis sedemikian rupa agar dapat meningkatkan efisiensi reaksi kimia ini. Baru setelah itu kita dapat mulai bekerja keras untuk menentukan bagaimana cara meningkatkan proses ke skala besar. Juga, sebagaimana teknologi non-konvensional lain, banyak pertanyaan ekonomi yang perlu dipertimbangkan," tutup Jain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau