Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lama Jadi Misteri, Penyebab Utama Penyakit Lupus Akhirnya Terungkap

Kompas.com - 22/05/2019, 16:41 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Lupus adalah penyakit autoimun yang bisa berakibat fatal karena sistem kekebalan tubuh menyerang organ, dan jaringan tubuh. Lupus sebenarnya tidak mematikan, asal pasien mendapat perawatan.

Meski sudah menyerang 5 juta orang di seluruh dunia, pengobatan untuk lupus masih belum ditemukan karena tidak jelas diketahui penyebab pastinya.

Ada yang mengatakan lupus dipengaruhi oleh kombinasi genetika, hormon, dan lingkungan seperti paparan sinar matahari. Ada juga teori yang mengungkap lupus dipicu bakteri usus Enterococcus gallinarum.

Berkat penelitian yang dilakukan Australian National University, untuk pertama kalinya penyebab utama lupus terungkap. Mereka memastikan, lupus disebabkan oleh mutasi genetik langka.

Baca juga: Kehamilan dengan Lupus, Ini yang Harus Anda Ketahui

Merujuk IFL Science, Senin (20/5/2019), penderita lupus umumnya mudah merasa lelah, kemudian muncul rasa sakit hingga meninggalkan ruam berbentuk kupu-kupu yang khas di pipi dan hidung. Selain itu, penderita lupus juga mengalami peradangan di organ vital seperti ginjal, paru-paru, dan otak.

Gagasan tentang kontribusi gen tertentu pada lupus bukanlah hal baru. Penyakit ini diketahui menular dalam keluarga, tapi dalam pola rumit yang tidak dapat dijelaskan oleh genetika Mendel sederhana.

"Untuk pertama kalinya kami menunjukkan bagaimana varian gen langka pada kurang dari 1 persen populasi manusia telah menyebabkan lupus," ujar Dr Simon Jiang, pemimpin penulis studi yang terbit di jurnal Nature Communications.

"Sampai sekarang diperkirakan varian langka ini memainkan peran penting dalam penyakit terkait autoimun," imbuh dia.

Jiang dan timnya menyimpulkan hal itu setelah mereka mengamati susunan genetik milik 69 penderita lupus dan 97 orang tua sehat. Tim juga memantau kelompok lain dari 64 pasien lupus untuk mereplikasi temuan mereka.

Dari pengamatan tersebut, tim menemukan bahwa mayoritas pasien lupus memiliki varian genetik langka pada gen terkait lupus.

Varian langka yang diidentifikasi tim ditemukan memiliki efek negatif pada fungsi protein, sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas protein T1 IFN dalam sel B sistem kekebalan tubuh. Varian juga ditemukan untuk meningkatkan tingkat sel B yang tidak berfungsi pada tikus.

Kebanyakan orang dengan lupus memiliki aktivitas T1 IFN berlebihan, yang mengganggu kemampuan sel B untuk berfungsi dengan baik.

Sel-sel kekebalan ini menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi, tetapi ketika mereka tidak berfungsi sebagaimana mestinya, mereka menjadi bingung antara menyerang bakteri dan virus atau menyerang sel-sel tubuh sendiri.

Sayangnya, sistem kekebalan tubuh justru menyerang sel penting seperti organ dan jaringan.

Dr Jiang mencatat bahwa temuan baru ini dapat membantu meningkatkan cara pengobatan lupus.

"Saya sudah mulai merawat orang-orang yang mengalami mutasi gen langka ini dengan terapi bertarget alih-alih membombardir sistem kekebalan mereka dengan perawatan non-spesifik yang memiliki banyak efek samping, di mana merupakan terapi utama saat ini," tambahnya.

"Dan karena gen yang telah kami kerjakan terkait dengan penyakit autoimun lainnya, penemuan kami juga dapat diterapkan pada kondisi seperti rheumatoid arthritis dan diabetes tipe 1".

Baca juga: Lupus Nefritis Mengancam, Perempuan Harus Lebih Waspada

Para peneliti juga berharap kesadaran akan varian genetik langka ini dapat membantu dokter mendiagnosis lupus lebih cepat.

Kondisi ini sangat sulit untuk didiagnosis dan dapat terlihat sangat mirip dengan penyakit lain, tetapi menganalisis informasi genetik pasien dapat memotong waktu yang diperlukan untuk menjadikan diagnosis ini penting.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com