KOMPAS.com - Walikota Kyoto, Daisaku Kodogawa menyatakan komitmen ambisius untuk mengurangi emisi karbon hingga 0 pada tahun 2050.
Dia menyatakannya di hadapan ilmuwan, akademisi, dan jurnalis yang hadir di Global Landscape Forum (GLF) yang diadakan di Kyoto International Conference Center pada Senin (12/5/2019).
"Saya berkomitmen mengurangi emisi Kyoto hingga nol pada tahun 2050. Ini komitmen jangka panjang dan bukan tanggung jawab saya sendiri. Tapi ini yang kita targetkan," kata Kodogawa.
Dia menjelaskan, Kyoto telah menunjukkan keberhasilan mengurangi emisi selama 20 tahun pembangunan kotanya. Dari tahun 1997 hingga 2016, konnsumsi teknologi Kyoto menurun sebesar 27,2 persen.
Baca juga: Peringatan Earth Hour, 4 Sumber Energi Ini Juga Bisa Selamatkan Bumi
Sementara dari tahun 2010 ke 2018, pemakaian energi terbarukan meningkat sebesar 4,3 kali lipat, dengan rincian energi matahari meningkat 10 kali lipat dan biomassa meningkat 1,7 kali lipat.
Berkembang sebagai kota wisata, Kyoto juga berhasil mengembangkan infrastruktur transportasi sehingga penggunaan mobil oleh turis menurun. Jumlah sampah yang dihasilkan Kyoto juga lebih rendah, yaitu 399 gram per orang per hari, dibandingkan kota lain Jepang 555 gram per orang per hari.
"Kami berkolaborasi dengan akademisi dan komunitas lokal," kata Kodogawa mengungkapkan strateginya untuk mewujudkan ambisinya.
Kelas gaya hidup ramah lingkungan untuk anak-anak telah diberikan pada 110.000 orang dan akan terus dilanjutkan. Pemerintah daerah juga bekerjasama dengan Kyoto University, misalnya dalam riset silikon karbida untuk efisiensi energi.
Meski Kyoto mendapat apresiasi, Jepang dikritisi dalam penggunaan energi karena ketergantungannya pada energi batubara sejak bencana nuklir Fukushima pada 2011.
Takeko Momoi dari Kiko Network Tokyo mengungkapkan, Jepang memang tidak menambang batubara tetapi mengimpor dari Australia dan Indonesia.
"Dibanding negara-negara di dunia, Jepang menjadi satu-satunya negara yang konsumsi energi dari batubaranya akan meningkat pada 2030, sebesar 26 persen. Ini buruk," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.