KEBUTUHAN energi di Indonesia merupakan hal yang sangat vital bagi pemerintah dan masyarakat. Angka penggunaannya yang sangat tinggi, dengan jumlah produksi dalam negeri yang minim, membuat Indonesia harus selalu memutar otak agar mampu menyetarakan kondisi tersebut.
Berbagai kebijakan disadurkan pemerintah dalam rangka menyeimbangkan pasar energi dalam maupun luar negeri sesuai dengan daya jual-beli Indonesia. Semenjak titik puncak pada tahun 1996 terlewati, angka produksi migas di Indonesia terus-menerus mengalami penurunan.
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia sangat lesu. Melalui kementerian ESDM, akhirnya mencanangkan sebuah peraturan tentang pemanfaatan sumber daya energi alternatif berupa unconventional energy sebagai salah satu poros pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.
Baca juga: BUMN Perancis Gandeng 4 Perusahaan Indonesia Kembangkan Energi Terbarukan
Gas hidrat adalah salah satu bentuk nyata unconventional energy yang dapat digunakan sebagai bentuk substitusi migas konvensional. Gas ini merupakan suatu bentuk akumulasi hidrokarbon berupa methane yang terformasi dalam kristal air akibat nilai fisis tekanan dan temperature tertentu.
Fakta menunjukan bahwa Indonesia mempunyai akumulasi gas hidrat yang tinggi pada beberapa titik di sekitar laut Sumatra, Laut Jawa, Sulawesi, dan sebagainya. Akumulasi energi alternatif ini, di Indonesia, belum satupun yang tersentuh oleh kegiatan eksploitasi.
Gas hidrat (CH4.5.75H2O), atau yang umum disebut sebagai methan ice, merupakan suatu senyawa clathrate solid yang mengandung methane degan jumlah besar dan terperangkap pada suatu kristal H2O dalam kondisi tekanan tinggi dan temperatur rendah.
Clathrate sendiri secara definisi adalah suatu kristalin air padat di mana molekul non-polar atau polar yang kecil, dengan hydrophobic moieties yang besar, terperangkap didalam suatu “kurungan” dari ikatan hidrogen.
Molekul tersebut tergambar dalam Gambar 1 di atas, di mana hidrokarbon berbentuk methane terjebak didalam rantai H2O. Secara volumetrik, jumlah senyawa H2O yang hadir melingkupi selalu lebih banyak daripada senyawa hidrat (methane).
Selain itu, senyawa hidrat di alam, dapat dibentuk oleh senyawa-senyawa hidrokarbon seperti methane, ethane, dan propane
Baca juga: IESR Prediksi Pemanfaatan Energi Terbarukan Makin Suram Pada 2019
Dalam perkembangannya, teori-teori mengenai pembentukan molekul gas hidrat telah diciptakan oleh para peneliti hingga saat ini. Namun dari semua teori yang sudah terpublikasi, belum ada satu pun teori yang dapat membuktikan secara utuh dan nyata tentang pembentukan gas hidrat tersebut.
Hal yang pasti dalam pembentukannya, material organik ikut hadir dalam generasi hidrokarbon dan proses sedimentasi secara kimiawi dan fisis juga ikut bertanggung jawab. Ilustrasi pembentukan gas hidrat sebagaimana terlihat pada Gambar 2 di bawah.
Pertama, tipe paling dominan (> 99 persen) dijumpai di alam merupakan tipe endapan yang mengandung methane (CH4) serta terkandung dalam struktur clathrate.
Tipe endapan ini memiliki methane yang secara isotop bersifat ringan akibat reduksi microbial dari CO2. Beda untuk setiap tempat dan kondisi. Hal ini berdasarkan variasi kondisi fisis lokasi-lokasi gas hidrat berupa tekanan dan temperatur.
Kedua, gas hidrat umum ditemukan tidak pada endapan sedimen permukaan. Gas hidrat ini hadir dalam rantai hidrokarbon yang relatif panjang (< 99 persen methane) dan terkandung dalam suatu struktur clathrate.