Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, Penyebab Kepunahan Hewan Laut Terbesar di Bumi

Kompas.com - 07/12/2018, 19:34 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Sumber Newsweek

KOMPAS.com - Sekitar 252 juta tahun lalu, Bumi mengalami fenomena kepunahan massal terbesar. Para ilmuwan kini percaya, fenomena yang membuat sebagian besar makhluk laut "tercekik" itu adalah pemanasan global.

Sebelumnya, para ilmuwan dibingungkan oleh penyebab kematian besar pada akhir Zaman Permian yang membunuh 70 persen hewan darat dan 96 persen hewan laut itu.

Berbagai teori telah diungkapkan untuk menjelaskan fenomena tersebut. Beberapa ahli menyebut bahwa suhu terlalu tinggi, air terlalu asam, kekurangan oksigen, hingga kontaminasi logam atau sulfida menjadi penyebabnya.

Namun, temuan terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Science justru menyebut bahwa makhluk laut punah akibat pemanasan global.

Para ahli menulis, pemanasan global telah menyebabkan hilangnya 80 persen oksigen di perairan seluruh dunia.

Baca juga: Pakar: Pemanasan Global Bikin Dunia Hadapi 6 Bencana Sekaligus

Hasil ini didapatkan oleh para ilmuwan dari University of Washington dan Stanford University dengan memodelkan kondisi lautan dan metabolisme hewan pada zaman itu.

Tak hanya itu, mereka juga mengamati arsip fosil secara online yang menunjukkan habitat hewan sebelum kepunahan tersebut dan nasib mereka sesudahnya.

Dalam permodelan itu, untuk mencerminkan gas rumah kaca yang dilepaskan oleh letusan gunuh api besar di Siberia, mereka meningkatkan suhu sebesar 10 derajat Celcius.

"Mekanisme pemanasan iklim dan kehilangan oksigen adalah penyebab utama kepunahan," ungkap Justin Penn, penulis pertama studi ini dikutip dari Newsweek, Kamis (06/12/2018).

Dari data arsip fosil yang mereka amati, para ahli menemukan bahwa makhluk hidup berpindah setelah peristiwa kepunahan itu.

"Sangat sedikit organisme laut yang tinggal di habitat yang sama seperti mereka tinggali awalnya, mereka melarikan diri atau mati," ujar Dr Curtis Deutsch, profesor ilmu kelautan dari University of Washington yang terlibat penelitian ini.

Hewan yang mampu beradaptasi dengan pemanasan global kala itu adalah organisme tropis. Kebiasaan mereka dengan suhu hangat dan lingkungan lebih rendah oksigen mampu beradaptasi dengan habitat baru.

Namun, para penulis menegaskan, makhluk-makhluk yang habitat aslinya di daerah dingin atau jauh dari kathulistiwa mengalami "bencana kepunahan" paling parah.

"Ini adalah pertama kalinya kami membuat prediksi mekanistik tentang apa yang menyebabkan kepunahan yang dapat langsung diuji dengan catatan fosil," ungkap Penn yang merupakan mahasiswa doktoral di bidang kelautan University of Wahington.

Baca juga: Pemanasan Global, Tambang Tua Bisa Diubah jadi Hutan Pengisap Karbon

"(Penelitian ini) memungkinkan kami untuk membuat prediksi tentang penyebab kepunahan di masa depan," imbuhnya.

Studi ini terbit sehari setelah para ilmuwan dunia merilis laporan Global Carbon Budget 2018. Laporan ini berisi tingkat peringatan emisi karbon yang selama 2018 yang mencapai rekor baru.

Ilmuwan menyalahkan penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil pada kendaraan.

"Di bawah bisnis, seperti skenario emisi pada umumnya, pada 2100 pemanasan air laut atas akan mendekati 10 persn pemanasan pada Zaman Permian akhir, dan pada 2300 akan mencapai antara 35 hingga 50 persen," kata Penn.

"Studi ini menyoroti potensi kepunahan massal yang timbul dari mekanisme serupa di bawah perubahan iklim antropogenik (alami tanpa campur tangan manusia)," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Newsweek
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com