KOMPAS.com — Informasi cuaca dari luar negeri, khususnya dari Amerika Serikat, kerap menggunakan satuan Fahrenheit untuk menyatakan suhu. Padahal, kebanyakan negara di dunia, termasuk Indonesia, menggunakan Celcius.
Penyebutan suhu yang menggunakan satuan Fahrenheit tentu berbeda perhitungannya dengan Celcius.
Fahrenheit termasuk dalam sistem hitung matriks, memiliki titik beku di angka 32 dan titik didih di angka 212. Sementara Celcius tergolong dalam sistem hitung imperial dengan titik beku di angka 0 dan beku di 100.
Secara angka, satuan Celcius lebih mudah dihitung ketimbang Fahrenheit karena memiliki angka yang bulat.
Dilansir dari Vox, akibat perbedaan ini Amerika Serikat pernah kehilangan satelitnya seharga 125 juta dollar yang diluncurkan menuju Mars pada 1999. Penyebabnya, tidak lain karena adanya kesalahan perhitungan konversi imperial dan matriks.
Jadi pertanyaannya, mengapa AS tidak menggunakan Celcius yang lebih umum dan mudah?
Perhitungan Fahrenheit dipatenkan pada 1724 oleh penemunya, Daniel Gabriel Fahrenheit, dan masuk menjadi bagian British Royal Society.
Saat Inggris mampu menaklukkan banyak negara jajahan pada abad ke-18 dan 19, sistem Fahrenheit dan perhitungan imperial lainnya tersebar ke wilayah yang begitu luas. Dengan demikian, saat itu Fahrenheit menjadi sistem standar yang pasti digunakan di wilayah-wilayah kekuasaan Inggris di berbagai penjuru dunia.
Baca juga: Terungkap, Alasan Cuaca Beberapa Hari Ini Panas Terik
Sementara itu, di tengah masa Revolusi Perancis, sistem perhitungan matriks seperti Celcius, gram, dan meter, mulai populer. Pada akhir abad ke-20, sistem ini semakin populer dan digunakan di berbagai negara berbahasa Inggris.
Saat itu AS juga menjadi salah satu negara yang turut mencoba sistem matriks.
Pada 18975, konversi matriks disahkan melalui sebuah kongres, AS pun membuat alat bantu bernama United States Metric Board untuk memudahkan pembelajaran. Namun, hal itu urung diterapkan di masyarakat karena mengalami penolakan.
Pasalnya, pemerintah tidak mewajibkan masyarakat untuk mempelajari dan menerapkannya, jadi hanya bersifat sukarela. Masyarakat pun enggan mengubah apa yang selama ini sudah biasa mereka gunakan.
Akhirnya, siswa-siswa harus berlatih berhitung menggunakan dua konversi, dan itu membuat pendidikan di AS semakin sulit. Perusahaan pun mengeluarkan anggaran ekstra untuk mengeluarkan dua set produk pengukuran, matriks dan imperial.
Selain itu, di bidang kesehatan, perbedaan sistem konversi ini juga menjadi sebuah kendala, terutama saat menentukan dosis obat dan sebagainya.
Banyak kesulitan yang dialami AS atas sikap keras kepalanya menggunakan konversi imperial di negaranya. Ia harus selalu menyesuaikan diri dengan dunia luar yang hampir semuanya menggunakan konversi material.
Namun, hal ini belum cukup untuk membuat Amerika mau mengubah kebijakannya. Menurut AS, akan banyak anggaran yang dikeluarkan untuk mengubah suatu sistem yang sudah terpatri lama, apalagi jika perubahan itu tidak menjanjikan kemajuan ekonomi secara signifikan.
AS tetap akan pada pendiriannya, menggunakan konversi imperial, Fahrenheit, inci, pound, dan seterusnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.