Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Hepatitis Sering Disebut Fenomena Gunung Es

Kompas.com - 28/07/2018, 10:08 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Pada tahun ini, Hari Hepatitis Sedunia jatuh pada Sabtu (28/7/2018). Mirisnya, satu di antara 10 orang yang membaca artikel ini mengidap hepatitis kronis.

Dokter Irsan Hasan, SpPD-KGEH, Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, menyebut penyakit hepatitis seperti fenomena gunung es, di mana jumlah penderita yang tahu penyakitnya dan terdeteksi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak terdeteksi.

Dari sekitar 2,5 juta orang (1 persen penduduk) Indonesia yang mengidap hepatitis C, misalnya, hanya sekitar 3.000 orang yang terdeteksi dan diobati.

Hal ini karena hati tidak memiliki saraf. Jadi, 80 persen kasus hepatitis C tanpa gejala. Baru ketika terjadi sirosis hati atau kanker hati, pasien mengalami komplikasi.

Baca juga: Bukan Penyakit Baru, Hepatitis B Sudah Ada Sejak 4.500 Tahun Lalu

“Pasien hepatitis umumnya datang ketika komplikasi sirosis, seperti muntah darah, perut bengkak karena penuh cairan, dan kesadaran turun. Ini (hati) pusat metabolisme, jadi kena semua,” ujar Irsan di acara diskusi “Peranan Uji Diagnostik dalam Memerangi Hepatitis” yang diadakan oleh Royal Philips di Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Padahal, jika tidak segera didiagnosis dan diobati dalam enam bulan sejak penyakit bermula, penyakit hepatitis menjadi sulit untuk disembuhkan. Sirosis bisa berubah menjadi kanker.

Hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang membandingkan survival kanker hati tahun 1998-1999 dengan 2013-2014 menemukan bahwa walaupun terapinya mengalami kemajuan pesat, hasil tingkat keselamatan pasien kanker hati dalam satu tahun tidak berubah banyak, dari 24,1 persen antara 1998-1999 menjadi 29,4 persen pada 2013-2014.

Rata-rata pasien yang didiagnosis kanker hati meninggal dalam 146 hari pada tahun 1998-1999, dan dalam 138 hari pada tahun 2013-2014.

Baca juga: Mengenal Hepatitis C, Infeksi Bisu yang Menghantui Indonesia

“Jadi sama saja, orang dengan kanker hati itu meninggalnya cepat,” kata Irsan.

Untuk itu, dirasa penting bagi seluruh pasien untuk melakukan uji diagnostik hepatitis sedini mungkin, yakni melalui cek laboratorium dan USG.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes, berkata bahwa salah satu bentuk program preventif di Indonesia dapat dilihat pada target yang ditetapkan Kementerian Kesehatan untuk menarik  5 juta ibu hamil untuk screening Hepatitis demi mencegah penularan Hepatitis dari ibu ke bayi.

Bila ada anggota keluarga yang diketahui mengidap hepatitis tipe B, Irsan menyarankan agar semua orang dalam lingkaran keluarga juga menjalani pemeriksaan.

Selain itu, Irsan juga menghimbau semua orang Indonesia untuk melakukan vaksin hepatitis sedini mungkin sebagai upaya preventif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau