KOMPAS.com - Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan, burung harus belajar terbang kembali setelah nenek moyangnya punah dalam serangan meteor yang menewaskan dinosaurus.
Penelitian beru tersebut menunjukkan bahwa bencana 66 juta tahun silam itu tak hanya memusnahkan dinosaurus tapi juga burung terbang yang hidup di pohon.
Ketika hutan terbakar di seluruh dunia, makhluk-makhluk terbang ini lenyap.
Satu-satunya burung yang bertahan hidup adalah spesies yang tak dapat terbang dan hidup di tanah. Para peneliti percaya, burung yang hidup saat ini merupakan keturunan moyang yang mirip burung emu.
Dengan kata lain, keragaman spesies burung bersayap saat ini merupakan evolusi yang luar biasa. Hal ini juga relevan jika melihat kondisi kerusakan lingkungan modern.
"Peristiwa pada zaman Kapur akhir merupakan kepunahan massal kelima - kita berada di urutan keenam," kata Dr Regan Dunn, seorang paleontolog dari Field Museum di Chicago dikutip dari The Independent, Kamis (24/05/2018).
"Penting bagi kami untuk memahami apa yang terjadi ketika Anda menghancurkan ekosistem, seperti penggundulan hutan dan perubahan iklim, sehingga kami dapat mengetahui bagaimana tindakan kami akan memengaruhi apa yang terjadi setelah kami," imbuh perempuan yang juga co-author penelitian tersebut.
Meteor berukuran 14,5 kilometer menghantam Bumi di lepas pantai Meksiko. Hal ini melepaskan satu juta kali lebih banyak energi daripada bom atom terbesar.
Baca juga: Kepunahan Dinosaurus, Cara untuk Memahami Dampak Pemanasan Global
Puing panas yang turun dari langit diperkirakan telah memicu kebakaran hutan global. Butuh ratusan atau bahkan ribuan tahun bagi hutan dunia untuk kembali pulih.
Pendapat ini dibuktikan dari catatan fosil di Selandia Baru, Jepang, Eropa, dan Amerika Utara. Fosil yang ditemukan menunjukkan adanya deforestasi massal.
"Melihat catatan fosil, pada tumbuhan dan burung, ada banyak bukti menunjukkan bahwa kanopi hutan runtuh," ujar Dr Dunn.
"Burung-burung bertengger punah karena tidak ada lagi tempat untuk bertengger," tambahnya.
Hal ini juga diungkapkan oleh co-author lain yaitu Dr Daniel Field dari University of Bath.
"Kami menyimpulkan bahwa hilangnya hutan untuk sementara waktu setelah dampak asteroid menjelaskan mengapa burung-burung arbore gagal bertahan hidup di seluruh peristiwa kepunahan ini," ujar Dr Field.
"Nenek moyang burung arbore modern tidak pindah ke pohon sampai hutan pulih dari asteroid yang menyebabkan kepunahan," sambungnya.
Dr Field juga menjelaskan, saat ini, burung adalah kelompok hewan vertebrata darat yang paling beragam dan tersebar luas di seluruh dunia. Hampir 11.000 spesies hidup.
"Hanya segelintir garis keturunan moyang yang berhasil selamat dari kepunahan massal 66 juta tahun yang lalu," ujarnya.
"Semua keanekaragaman burung yang hidup saat ini sangat luar biasa dan dapat ditelusuri pada moyang kuno yang selamat," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.