Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Benarkan Adanya “Penyakit Unta Gila”, Berisiko Tulari Manusia

Kompas.com - 04/05/2018, 08:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber Telegraph

KOMPAS.com – Sebuah studi yang baru dipublikasikan dalam jurnal Emerging Infectious Disease mengonfirmasikan adanya penyakit mirip sapi gila pada unta-unta di Algeria.

Diwawancarai oleh The Telegraph, Kamis (19/4/2018); penulis studi dan ketua Emerging Zoonosis Operative Unit di Istituto Superiore di Sanità, Italia, Gabriele Vaccari, berkata bahwa para peneliti pertama kali mengetahui adanya penyakit ini setelah diberitahu oleh para peneliti Algeria.

Mereka menemukan gejala-gejala mirip penyakit sapi gila (bovine spongiform encephalopathy) pada unta.

Hasil tes laboratorium kemudian mengonfirmasikan adanya Penyakit Prion Unta pada tiga unta dalam kelompok sampel, yang menandakan bahwa penyakit ini terdapat pada 3,1 persen unta yang disembelih di Algeria.

Baca juga : Misteri Ukiran 11 Unta Berusia 2.000 Tahun di Gurun Arab Saudi

Menurut para peneliti, meskipun unta yang diteliti hanya yang di Algeria; tetapi ada kemungkinan bahwa penyakit yang diduga bermula dari ekspor ternak ini telah menyebar di seluruh Afrika Utara.

Pasalnya, unta Arab telah tersebar di seluruh dunia dengan jumlah mencapai 10 juta ekor. Mereka diekspor tidak hanya sebagai hewan ternak saja, tetapi juga sebagai sumber daging dan susu bagi penduduk Afrika, Timur Tengah, dan China.

Hingga kini, para peneliti belum menemukan bukti langsung apakah “penyakit unta gila” ini bisa ditularkan kepada manusia. Akan tetapi, mereka tetap meminta langkah darurat berupa penilaian dan pengawasan yang lebih ketat untuk menekan risiko terhadap kesehatan manusia dan hewan.

“Beberapa penyakit prion seperti scrapie pada domba tidak terlihat dapat berpindah dari hewan ke manusia, tetapi penyakit lain seperti sapi gila bisa (berpindah),” kata Vaccari.

“Pada saat ini, kita tidak tahu apakah penyakit pada unta ini bisa berpindah ke spesies manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak penelitian dan pengawasan,” imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Telegraph
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com