Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stephen Hawking Meninggal, Ilmuwan Indonesia Sampaikan Rasa Kehilangan

Kompas.com - 14/03/2018, 17:33 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fisikawan besar Stephen Hawking dikabarkan meninggal hari ini, Rabu (14/3/2018). Kabar duka ini membuat para ilmuwan Indonesia, termasuk astronom ITB Premana Premadi dan Kepala Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djalaludin, merasa kehilangan.

Astronom ITB, Premana Premadi rupanya punya kenangan mendalam dengan Stephen Hawking. Ini ia ungkapkan kepada Kompas.com pada Rabu (14/3/2018).

Premana dan Hawking seharusnya bertemu pada Kamis (23/2/2018) pukul dua siang waktu setempat di kantor Hawking di Cambridge. Keduanya akan mendiskusikan berbagai masalah dalam kosmologi.

Namun, ada misi penting yang diusung Premana, yakni membicarakan tentang penyakit langka Amythropic Lateral Schlerosis (ALS).

Baca juga : Ungkapan Duka Tokoh Dunia Mengantar Kepergian Stephen Hawking

“Hawking sangat tertarik membantu upaya saya. Saya berniat membuat pasien ALS di Indonesia bisa punya kehidupan yang lebih baik. Sayangnya, pertemuan tersebut diurungkan lantaran kondisi Hawking yang tidak memungkinkan. Kondisinya memburuk,” beber Premana.

Premana pun berkata bahwa sebenarnya dia harus bungkam soal rencana tersebut. Namun, dia memutuskan untuk menuturkannya untuk mengenang jasa Hawking.

Perjamuan yang tertunda tersebut juga membuat Premana menyesal karena belum berhasil menyebarkan inspirasi langsung dari Hawking bagi penderita ALS di Indonesia, khususnya pasien ALS muda.

“Saya bangga punya julukan yang sama dengan Hawking, kosmologis sekaligus pengidap ALS. Hanya segelintir orang dengan status ini. Beliau merupakan kawan karib sekaligus kolega mentor PhD saya, Richard Matzner, yang juga pakar relativitas yang disegani,” kata Premana.

Baca juga : 11 Kutipan Stephen Hawking soal Lubang Hitam, Semesta, dan Kematian

Sementara itu, Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, mengaku kagum dengan kegigihan Stephen Hawking. Pasalnya, keterbatasan fisik tidak menyurutkan langkah Hawking dalam mengembangkan pemikiran teoritik.

“Abstraksi fisis-matematis, ia coba jelaskan kepada awam dalam bahasa populer lewat buku-bukunya. Dia tokoh besar sains yang bisa menjelaskan teori rumit dengan bahasa awam. Kendati tidak dapat disembunyikan, keyakinan teologis turut mewarnai pemikirannya,” ujar Thomas.

Stephen Hawking meninggal pada usia 75 tahun. Dia bertahan hidup selama 55 tahun dengan penyakit ALS yang menyebabkan dirinya harus beraktivitas di atas kursi roda. Banyak pemikirannya yang mengubah dunia seperti tentang lubang hitam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau