Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sains Jelaskan Mengapa Kita Berhenti Bergerak Saat Kaget

Kompas.com - 16/02/2018, 21:43 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com -- Bayangkan ketika tangan Anda hendak memegang kucing peliharaan dan tiba-tiba ia berdesis. Apakah kekagetan membuat Anda terdiam?

Ada alasan ilmiah mengapa kita sering mendadak berhenti bergerak saat ada gerakan atau suara yang muncul secara tidak terduga. Menurut para peneliti, mekanisme ini dibutuhkan manusia untuk bisa bertahan hidup.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Neuroscience, Jan Wessel, asisten profesor di Departemen Psikologi Univesitas Iowa dan timnya melakukan uji coba pada kelompok kecil.

Para peserta diperintahkan untuk menginjak pedal sebelah kanan saat melihat huruf W di sisi kanan layar komputer, dan kaki kiri saat huruf W muncul di sisi kiri layar. Apabila di layar komputer muncul sinyal berhenti berupa huruf M, peserta diminta untuk tidak melakukan gerakan apapun, termasuk menginjak pedal.

Baca Juga: Penyakit Saraf Misterius yang Bikin Anak Lumpuh

Selama permainan ini, para peneliti memutar rekaman suara burung secara tak terduga di saat sinyal tanda berhenti muncul.

Para peneliti menemukan bahwa orang akan lebih sering berhenti mendadak saat mendengar suara tak terduga, dibandingkan dengan tidak mendengar suara sama sekali.

Para peserta berhasil menghentikan gerakan sampai 80 persen ketika sinyal berhenti dan suara burung muncul bersamaan. Namun saat tidak ada suara burung sama sekali dan hanya ada sinyal berhenti, para eserta hanya bisa berhenti bergerak 65 persen dari total uji coba.

"Artinya adalah saat sinyal berhenti muncul bersamaan dengan kejadian tak terduga (suara burung), orang cenderung berhenti," kata Wessel.

"Alasan perilaku tersebut adalah pikiran Anda memberi tahu sistem motorik tubuh, layaknya berkata 'Saya tahu Anda sedang melakukan tindakan ini, tapi hentikan, dengan cepat, sekarang juga'," tambahnya.

Baca Juga: Penyakit Saraf Kejepit Harus Selalu Dioperasi?

Untuk memastikan apa yang terjadi di otak, para peneliti kemudian menggunakan topi yang mengukur aktivitas listrik di daerah otak. Ternyata, aktivitas gelombang otak meningkat saat suara burung disertai instruksi untuk berhenti muncul bersamaan.

Hal ini menunjukkan bahwa stimulus isyarat pendengaran, visual, atau isyarat sensorik lainnya dapat mempercepat komunikasi otak dan sistem motorik tubuh.

Jalinan komunikasi antara otak dan sistem motorik juga sangat kuat dan terjadi secara instan sehingga Wessel dan tim berpendapat bahwa ini adalah mekansime bertahan hidup yang sudah mengakar pada diri manusia sejak zaman dulu.

"Ini sangat mendasar, otak kita telah berevolusi untuk melakukan hal ini. Otak manusia disesuaikan untuk bertahan hidup, dan saya pikir itulah sebabnya sistem ini saling terhubung satu sama lain," kata Wessel.

Kini, para peneliti berharap untuk memanfaatkan mekanisme ini sebagai metode perawatan baru bagi pasien dengan gangguan motorik, seperti Parkinson, ADHD, dan pada manula yang mengalami penurunan fungsi motoriknya.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau