JAKARTA, KOMPAS.com – Marathon belakangan menjadi tren. Penggemarnya semakin beragam, dari siswa sekolah, artis peran, hingga professional.
Dokter spesialis kesehatan olahraga dr. Rachmat Wishnu Hidayat, SpKO mengatakan marathon termasuk olahraga berat. Untuk itu, tak semua orang dapat mengikutinya.
“Kebanyakan masyarakat awam, lari adalah passion. Sering kali kita merasa sehat, tapi kita tidak tahu kondisi tubuh secara pasti,” kata Wishnu dalam acara Marathon Fit Panel yang diadakan Lab Prodia di Jakarta, Minggu (17/12/2017).
Wishnu menyebutkan, penderita jantung parah sangat tak dianjurkan mengikuti marathon.
Dari hasil tes latihan stress dengan elektrokardiograf (EKG) di mesin treadmill, lari intensitas ringan saja dapat memimbulkan gangguan jantung bagi yang sudah memiliki gangguan. Keluhan jantung dapat timbul pada 2-3 menit pertama dengan adanya perubahan gambaran EKG.
“Kalau dijumpai gambaran perubahan EKG atau tanda-tanda iskemi otot jantung pada pembebanan dengan intesitas sedang, maka itu tidak dianjurkan untuk mengikuti marathon,” kata Wishnu.
Selain itu, pengidap diabetes melitus juga tak bisa begitu saja mengikut marathon. Untuk ikut, syaratnya, kondisi gula darah harus teratur.
Baca Juga : Marathon Bisa Picu Kerusakan Ginjal, Bagaimana Cara Menghindarinya?
Syarat lain, pemeriksaan EKG treadmill juga harus tak menunjukkan adanya iskemi otot jantung dan penurunan gula darah pada intensitas tinggi, sekitar 6 Mets (Metabolic equivalents).
Penurunan gula darah dapat terlihat dengan adanya rasa lemas, gemetar, keringat dingin, dan pucat. Bagi pengidap diabetes melitus, penurunan gula darah ini dapat mengancam nyawa.
Jika telah memenuhi syarat di atas, Wishnu menganjurkan pengidap diabetes tak menargetkan medali dan catatan waktu saat ikut marathon.
“Dihindari berkompetisi, hanya finish dengan catatan waktu yang tidak ngoyo,” ucap Wishnu.
Orang yang mengalami cedera tulang akibat penggunaan berlebih juga tak dianjurkan mengikut marathon. Masa pemulihan dapat berlangsung cukup lama hingga 6 bulan.
Larangan ikut marathon juga berlaku pada wanita yang mengalami gangguan menstruasi. Menurut Wishu, setidaknya dibutuhkan 6 bulan masa menstruasi teratur pasca gangguan datang bulan terakhir kalinya.
Gangguan menstruasi dapat mengganggu hormon estrogen. Di sisi lain, penurunan estrogen dapat membuat penurunan kepadatan tulang. Risikonya, bukan hanya anemia melainkan juga osteoporosis dini hinga patah tulang patologis.
“Kepadatan tulang turun, massa tulang rendah. Kepentok diikit aja patah tulangnya. Bahaya sekali. Makanya kalau ada gangguan menstruasi, bahkan bukan pelari pun kita tidak anjurkan untuk melakukan olahrga berat walaupun usianya muda,” ujar Wishnu.
Baca Juga : Joging Boleh, Lari Jangan, Apa Sebenarnya Maksud Para Dokter?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.