Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emisi Karbon Tahun 2017 Diprediksi Akan Pecahkan Rekor

Kompas.com - 16/11/2017, 07:08 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com –- Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau COP 21 pada 2015 lalu telah menyepakati pembatasan emisi gas rumah kaca. Harapannya, terjadi batasan pemanasan global sebesar dua derajat celcius hingga tahun 2100.

Harapan itu kini menghadapi tantangan baru akibat kenaikan emisi sepanjang tahun 2017 yang diproyeksikan sejumlah ilmuwan, yakni sebanyak dua persen, akibat penggunaan bahan bakar fosil dan industri. Peningkatan ini diperkirakan juga akan terjadi pada tahun 2018.

Selama tiga tahun sebelumnya, yakni 2014-2016, terjadi total emisi sebesar 36 miliar ton per tahun. Jumlah ini diharapkan menjadi titik tertinggi sepanjang masa dan akan mengalami penurunan. Sayangnya, harapan itu tidak terjadi.

Rob Jackson dari Universitas Stanford, anggota dari Global Carbon Project yang melacak emisi 2017 dan proyeksi emisi pada tahun berikutnya, mengatakan, proyeksi ekonomi menunjukkan kemungkinan besar emisi tumbuh pada 2018.

Baca juga : Bagaimana Perubahan Iklim Mendorong Orang untuk Gabung ISIS?

Seperti dikutip dari The Washington Post pada Senin (13/11/2017), emisi pada 2017 diperkirakan mencapai 37 miliar ton karbon dioksida. Perhitungan tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Environmental Research Letters pada Senin lalu dan dalam Diskusi Data Sistem Ilmu Bumi.

Kenaikan ini disebabkan oleh banyak faktor. China, misalnya. Negeri tirai bambu yang merupakan konsumen batubara, gas alam, dan minyak terbesar ini diproyeksikan akan menaikkan emisinya sebanyak 3,5 persen pada 2017.

Sementara itu, India juga mengalami peningkatan emisi dengan cepat, tetapi diprediksi akan menurun seiring kontraksi ekonomi; dan emisi Amerika dan Uni Eropa diproyeksikan turun sebesar 0,4 persen dan 0,2 persen.

Peneliti di Pusat Penelitian Iklim Internasional di Oslo, Glen Peters, mengatakan, semakin banyak emisi yang dikeluarkan akan membuat banyak negara di dunia bekerja keras memotong emisi karbon di masa depan.

"Kami beruntung bahwa emisi selama tiga tahun terakhir cukup datar, meski tanpa ada kebijakan nyata yang mendorongnya," kata Peters.

Baca juga : Tahun 2100, Suhu Asia Selatan Diprediksi Terlalu Panas untuk Manusia

Dia melanjutkan, jika kita ingin memastikan bahwa emisi tetap datar, kita harus menerapkan kebijakan, dan langkah kedua adalah mulai menurunkan emisi.

Menurut Peters, proyeksi emisi pada 2017 menjadi rekor tertinggi dari bahan bakar fosil dan industri. Namun, para ilmuwan mengakui ketidakpastian perhitungan mereka sehinga kenaikan emisi 2017 bisa lebih rendah 1 persen atau lebih tinggi 3 persen.

Selain itu, emisi yang lebih tinggi telah terjadi pada tahun 2015 akibat deforestasi dan alih fungsi lahan.

"Data emisi 2017 menunjukkan jelas bahwa diperlukan pengurangan emisi yang mendesak dan sangat serius untuk menghentikan pemanasan global di bawah dua derajat celcius, seperti yang disepakati dengan aklamasi di Paris," kata Stefan Rahmstorf, ilmuwan iklim di Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim di Jerman, yang tidak terlibat dalam perhitungan proyeksi emisi.

Rahmstorf menuturkan, terdapat 600 miliar ton karbon dioksida yang dapat diemisikan sambil tetap menjaga pemanasan di bawah 2 derajat celcius. Selama 15 tahun, 4 miliar ton dapat diemisikan untuk mencapai kesepakan COP21.

Baca juga : 5 Langkah Si Pemalas Melawan Perubahan Iklim

"Jika kita mulai menurunkan emisi mulai sekarang, kita bisa meregangkan emisi ini untuk bertahan sekitar 30 tahun," kata Rahmstorf. "Dengan setiap tahun yang kita tunggu, kita harus berhenti menggunakan energi fosil lebih awal lagi."

Di sisi lain, terjadi peningkatan efisiensi energi dan penggunaan energi terbarukan. Dengan begitu, sulit memastikan apakah proyeksi kenaikan emisi akan terus berlangsung.

"Terlalu dini untuk mengatakan apakah itu tren jangka panjang, atau hanya temporer," kata Peters.

Joanna Lewsi, profesor Universitas Georgetown, mengatakan, sebetulnya China telah mengurangi emisi batubara dalam tiga tahun terakhir. Yang kurang jelas adalah apakah tren ini bisa berlanjut.

"Mengurangi operasi pabrik dan penutupan pabrik di seluruh negeri membuat tekanan besar pada pemerintah daerah untuk mengatasi melambatnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran,” imbuh Lewis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau