KOMPAS.com -– International Dark Energy Consortium (DES) baru saja merilis peta paling akurat dari materi gelap di alam semesta.
Peta tersebut, menurut Profesor Ofer Lahav dari University College London (UCL) dan ketua Dewan Penasihat DES, akan memberikan informasi baru bagaimana alam semesta beroperasi.
Pasalnya, walaupun para ilmuwan telah mengetahui bahwa energi gelap dan materi gelap menyumbang perluasan alam semesta sebanyak 96 persen, masih banyak yang belum diketahui oleh para peneliti mengenai fenomena yang tidak kasat mata ini.
“Energi gelap dan materi gelap mungkin adalah salah satu misteri terbesar di dunia sains, dan fenomena ini telah menarik banyak minat di dunia sains karena sebenarnya kita masih tidak tahu apa itu," ujar Profesor Lahav.
(Baca juga: Ada Materi Gelap di Semesta yang Diklaim Bisa Memicu Kepunahan Massal di Bumi)
Disebut sebagai usaha paling ambisius sepanjang masa, survei materi gelap ini sudah dimulai sejak tahun 2004 dan melibatkan 400 ilmuwan dari 26 insititusi di tujuh negara.
Lalu, dalam proses pembuatan peta, para ilmuwan harus mengambil gambar dari 26 juta galaksi menggunakan teleskop Blanco di Cile. Untuk melakukannya, para peneliti membuat kamera paling sensitif di dunia. Kamera tersebut memiliki spesifikasi 570 megapiksel dan kemampuan mendeteksi cahaya galaksi yang berjarak delapan miliar tahun cahaya.
Dengan mempelajari bagaimana cahaya dapat terdistorsi oleh materi gelap, para peneliti dapat mengalkulasikan distribusi dan jumlah materi gelap, serta energi gelap di alam semesta.
Hasilnya, alam semesta terdiri dari materi biasa sebesar 4 persen, materi gelap 26 persen, dan energi gelap 70 persen seperti yang ditemukan sebelumnya.
Namun, temuan tersebut belum memuaskan dahaga para peneliti. Sebab, belum semua galaksi masuk dalam pengamatan. Rencananya, DES akan menghabiskan waktu empat tahun ke depan untuk kembali mengumpulkan data.
“Begitu kita memiliki survei penuh, yakni 300 juta galaksi dan seribu supernova, kita mungkin akan bisa memberi masukan bagi Einstein baru untuk memberi tahu kita apa arti semua ini - mengapa Alam Semesta dibuat seperti ini?” kata Lahav.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.