Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Kendi” Jatuh dari Langit Bukan Fenomena Langka, Ini Faktanya

Kompas.com - 18/07/2017, 22:16 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Sebuah benda bulat mirip kendi jatuh pada hari ini (18/7/2017) di Sungai Batang, Sumatera Barat. Benda yang belakangan diketahui merupakan tangki bahan bakar roket milik China, Chang Zheng 3-A, tersebut berdiameter sekitar 110 sentimeter dan berbobot 7,4 kilogram.

Walaupun menghebohkan, tetapi fenomena ini bukanlah pertama kalinya Indonesia kejatuhan sampah antariksa.

Salah satu kasus sampah antariksa di nusantara yang paling dikenal terjadi pada bulan September tahun lalu. Dalam kejadian itu, warga Sumenep dikagetkan dengan jatuhnya puing roket Falcon 9 di Desa Lombang. Puing berbobot 80-100 kilogram tersebut juga menjadi sampah antariksa terbesar yang pernah jatuh di Indonesia.

(Baca juga: Puing Falcon 9 di Sumenep adalah Sampah Antariksa Terbesar yang Jatuh di Indonesia)

Perhitungan hingga 27 Januari 2009 juga menunjukkan bahwa Indonesia telah kejatuhan serpihan yang berukuran di atas 10 sentimeter sebanyak 7.789, satelit sebanyak 3.338, dan badan roket sebanyak 1.820.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, pernah dikutip oleh Kompas.com mengatakan, sebetulnya banyak sampah antariksa yang jatuh di Indonesia, tetapi ukurannya relatif kecil dan sulit teridentifikasi. "Banyak yang jatuh di laut, di hutan, mungkin bagi daerah yang punya gurun jatuh di gurun," ungkapnya.

Hal ini wajar saja mengingat berdasarkan perhitungan LAPAN, jumlah sampah antariksa mencapai 15.000 buah.

Selain itu, karena negara kita membentang hingga seperdelapan wilayah khatulistiwa, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Sri Kaloka berkata bahwa peluang jatuhnya serpihan satelit di area khatulistiwa ke Indonesia juga cukup besar.

Perlukah khawatir?

Secara reguler, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengeluarkan katalog untuk satelit bekas berukuran 10 meter ke atas yang berada di sekitar bumi. Katalog tersebut juga berisi data pemilik dan potensi bahayanya bila satelit masuk ke atmosfer.

Lalu, karena jatuhnya sampah antariksa sulit diprediksi, negara-negara pemilik biasanya mengirimkan peringatan kepada negara-negara yang dilintasi oleh sampah antariksanya.

(Baca juga: Kendi Roket China, Kenapa Baru Jatuh 10 Tahun Setelah Peluncurannya?)

Menggunakan informasi-informasi di atas, LAPAN pun selalu mengantisipasi jatuhnya sampah antariksa di tanah air. Mereka sigap melakukan tindakan pengamanan sebelum terjadi, misalnya dengan menutup jalan atau membebaskan kawasan yang akan menjadi lokasi jatuhnya sampah antariksa.

Sayangnya, terkadang Indonesia tidak mendapatkan peringatan sama sekali, seperti yang terjadi dalam kasus puing roket Falcon 9 di Sumenep.

Lalu, kalau pun LAPAN telah memperkirakan jalur dari puing roket Chang Zheng 3-A, tetapi Thomas berkata bahwa waktu dan titik jatuhnya (puing) tidak bisa diperkirakan dengan tepat karena atmosfer sangat dinamis. “Tingkat ketidakpastiannya pun sangat besar dan bisa ribuan kilometer,” kata Thomas kepada Kompas.com pada hari ini (18/7/2017)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com