Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/05/2015, 13:37 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com
- Indonesia punya beragam sumber karbohidrat selain beras, mulai singkong, sorgum, jagung, sagu, hingga pelepah pisang. Kadang-kadang Anda mungkin memakannya. Namun, maukah Anda memakan jenis karbohidrat selain beras itu sebagai makanan pokok sehari-hari?

Sebagian dari Anda mungkin menjawab tidak. Ada mungkin yang menjawab bersedia dengan alasan diet. Tapi tak jarang pula orang berdiet anti-nasi yang akhirnya gagal, kembali makan nasi lagi. Alasannya? Salah satu yang paling mendasar adalah rasa yang tidak enak atau tak biasa makan dengan bentuk selain beras/nasi.

"Kalau bukan beras kan tidak bisa dimakan dengan sayur atau makanan lain kesukaan kita. Mana mau kita makan tiap hari," kata Slamet Budijanto, pakar pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, ketika berbincang dengan Kompas.com di Food Technopark, IPB, Selasa (26/5/2015).

Berangkat dari pemahaman bahwa makanan sehat juga harus punya rasa yang enak dan bisa dikombinasikan dengan beragam kuliner, Slamet sejak tahun 2011 menciptakan beras sintesis inovatif yang kemudian kerap disebut beras analog.

Jangan lantas takut mendengar istilah sintesis. Tak semua sintetis berbahaya bagi tubuh. Dan, beras sintetis juga bukan berarti beras plastik. Beras yang diciptakan Slamet berasal dari keragaman jenis tanaman sumber karbohidrat di nusantara.

Salah satu sumber karbohidrat yang diolah menjadi beras analog IPB itu adalah ubi kayu. "Kita bahkan pilih dari ubi kayu yang segar sehingga hasil berasnya lebih enak," kata doktor lulusan Tohoku University, Jepang itu.

Bahan lain yang diolah adalah sorgum. Sumber karbohidrat itu punya indeks glikemik rendah sehingga berguna bagi penderita diabetes. Selain itu, sorgum juga punya kandungan protein tinggi sehingga sekaligus dapat mencukupi kebutuhan protein itu.

Slamet juga mengolah sagu menjadi beras sintetis. Jenis karbohidrat itu juga punya indeks glikemik rendah. Bila dapat digunakan secara massal, beras dari sagu dapat menjadi sumber pangan pokok utama bagi warga di Indonesia timur.

"Paling aneh ya beras analog dari gedebog pisang. Waktu itu orang Sulawesi yang minta," kata Slamet. Dia sempat ragu ketika ingin mengolahnya. Namun ketika mengetahui bahwa beberapa warga Sulawesi memakannya, Slamet pun mengolahnya dan berhasil.

KOMPAS.COM/ YUNANTO WIJI UTOMO Mesin untuk membuat beras analog atau sintetis di IPB.


Pembuatan

Ada tiga tahap utama dalam pembuatan beras analog atau sintetis ini, yaitu pencampuran, pengulenan, dan pemotongan. Beberapa alat yang digunakan untuk menghasilkan beras analog merupakan hasil modifikasi Slamet dan timnya.

Dalam tahap awal, sumber karbohidrat yang akan disulap menjadi beras dihaluskan terlebih dahulu. Bahan tersebut kemudian dicampur dengan air dan sejumlah bahan lainnya di wadah
pencampur (mixer).

"Setelah dari mixer, bahan dimasukkan ke dalam extruder," jelas Slamet. Di dalam extruder, terdapat screw. Selama proses extruder, adonan beras dipanaskan dan dicampur dengan air. Istilah gampangnya, adonan itu diuleni.

Dari extruder, adonan kemudian melewati cetakan dengan bentuk seperti beras. Keluar dari cetakan itu, adonan akan dipotong-potong. Begitu keluar, bahan yang semula singkong dan sorgum misalnya, akan berubah menjadi serupa beras. Setelah itu, dikeringkan.

Jika melihat video pembuatan beras analog yang beredar di internet, Anda akan menjumpai mesin extruder. Nah, mesin semacam itu juga yang sebenarnya digunakan untuk membuat beras analog.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com