Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Kedahsyatan di Sorowako

Kompas.com - 14/09/2012, 16:53 WIB

KOMPAS.com - Jejak kedahsyatan pergerakan lempeng yang membentuk geologi Sulawesi itu tercetak jelas di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kota kecil di sisi timur Sulawesi ini merupakan penghasil utama nikel dunia.

”Inilah singkapan batuan ultrabasa atau ultramafik yang menyusun kompleks East Sulawesi Ophiolite,” kata Gde Handojo Tutuko, geolog dari PT Vale Indonesia, menunjukkan hamparan batuan berwarna hitam kehijauan di perbukitan sekitar Danau Matano.

East Sulawesi Ophiolite terbentang dari Luwu Timur, bagian tengah Poso-Morowali, Sorowako, hingga Sulawesi Tenggara. East Sulawesi Ophiolite, menurut Gde, merupakan salah satu jalur ofiolit terbesar di dunia setelah Oman dan Papua Niugini.

Batuan ultrabasa di jalur ofiolit ini berasal dari kerak samudra yang terangkat karena proses tumbukan lempeng jutaan tahun lalu.

”Karena dia terangkat lalu tersingkap, perlahan batuan mengalami pelapukan. Dari lapukan batuan ultrabasa ini, ada banyak mineral yang bisa diambil, di antaranya nikel, kobalt, mangan, bijih besi, dan kromit,” kata Gde. ”Karena kita berada di daerah tropis yang mendapat banyak hujan dan panas matahari, pelapukan batuan ultrabasa pun sangat tinggi. Berkahnya potensi nikel di Sulawesi merupakan yang terbesar di dunia.”

Saat ini, menurut Gde, keberadaan batuan ultrabasa di East Sulawesi Ophiolite sudah terjelaskan. Tumbukan lempeng di masa lalu yang sedemikian dahsyat adalah penyebab terjadinya pengangkatan kerak samudra sehingga membawa batuan ultrabasa bercampur aduk dengan batuan gamping. ”East Sulawesi Ophiolite adalah bukti nyata kebenaran teori pergerakan lempeng Bumi,” katanya.

Namun, pada awal 1970-an, ketika teori pergerakan lempeng benua masih berada pada tahap awal, fenomena ini sangat mengejutkan Peter E Hehanusa, geolog senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Saat itu, Hehanusa dan beberapa geolog dari Amerika sangat terkejut saat menyusuri jalan darat dari Sorowako ke Malili, ibu kota Kabupaten Luwu Timur. Di tebing yang dipapras untuk pembangunan jalan, dia melihat singkapan batuan ultrabasa yang bercampur dengan batu gamping.

”Selama di bangku kuliah, kami tidak pernah belajar bahwa batuan ultrabasa yang terbentuk di dasar laut dan tengah laut dalam dapat berada bersama, bahkan campur aduk dengan batuan gamping yang terbentuk di laut dangkal,” sebut Hehanusa dalam tulisannya di National Geographic Indonesia edisi Desember 2008.

Hehanusa menyebutkan, semua bidang batas pertemuan batuan ultrabasa dan batu gamping itu membentuk permukaan yang licin mengilat, menandakan telah terjadi penggerusan hebat di masa lalu. ”Di depan mata tergambar bagian yang sangat penting dalam sejarah pembentukan Bumi, zona tempat pertumbukan antarlempeng benua, sebuah bukti upduction.”

Fenomena upduction ini, menurut Hehanusa, merupakan kebalikan dari subduction di deretan Pulau Simeulue-Nias-Siberut-Enggano di barat Sumatera yang juga dipicu oleh pertemuan di antara dua lempeng. Terbentuknya Pulau Sulawesi berkontribusi besar terhadap perkembangan teori pergerakan lempeng yang menjadi dasar untuk memahami terjadinya gempa bumi dan tsunami.

Bagi geolog Imran Umar, jejak kedahsyatan gejolak geologi Sulawesi pada masa lalu itu juga bisa dilihat dari tiang-tiang karst yang berderet di sepanjang Maros, Pangkep, hingga Toraja. Guru besar geologi Universitas Hasanuddin ini telah puluhan tahun meneliti karst di Sulawesi Selatan.

”Kars di Sulawesi Selatan membuktikan bahwa kawasan ini dulu pernah berada di tepian Paparan Sunda,” kata Imran. Di kawasan ini terdapat batuan karbonat yang dikenal sebagai formasi Tonasa di selatan dan formasi Makale di Toraja (utara). ”Dua batuan kapur ini terbentuk pada paparan yang dikelilingi oleh laut dalam.

Formasi kapur ini terbentuk pada periode Eosen sampai Miosen awal, sekitar 56-18 juta tahun lalu. Pada periode ini, Lempeng Australia mulai menumbuk tepian paparan Sunda dari arah tenggara. Di lain sisi, di Selat Makassar mulai terjadi bukaan kerak Bumi.

”Tumbukan lempeng ini mengakibatkan munculnya banyak retakan penyesaran di batuan karbonat. Di situlah mulai terbentuknya karstifikasi, munculnya goa-goa, seperti di Maros dan Pangkep,” kata Imran.

Karst Maros-Pangkep adalah kekayaan alam tak ternilai. Tidak hanya sumber daya alam, tetapi juga ilmu pengetahuan. Paling tidak, menurut Imran, ada tiga disiplin ilmu yang bisa dipelajari dari rangkaian karst itu, yaitu geologi, biologi, dan arkeologi.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com