Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sejarah Masa Depan" dan Globalisasi

Kompas.com - 30/11/2011, 03:25 WIB

BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Ada perhelatan apa di Durban, Afrika Selatan, ketika lebih dari 10.000 orang saat ini berkumpul di sana? Mereka kini sedang bernegosiasi, saling tawar, demi ”satu tujuan” etis, yaitu menyelamatkan Bumi agar tetap layak huni bagi generasi mendatang.

Kisah itu bermula dari ditandatanganinya Konvensi mengenai Perubahan Iklim pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, tahun 1992. Konvensi ini bertujuan menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer pada level tertentu agar sistem iklim tidak terganggu oleh aktivitas manusia sampai ke tingkat yang membahayakan.

Setelah 19 tahun berlalu dan konferensi perubahan iklim PBB berjalan hingga 17 kali berdasarkan hasil penelitian Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), yang beranggotakan lebih dari 2.300 orang, dari segi keilmuan terus bermunculan keberatan dari kelompok ilmuwan lainnya yang hanya berjumlah ratusan.

Kondisi pertama-tama yang menjadi dasar perhitungan adalah kehadiran manusia dan aktivitasnya, di mana dalam aktivitas tersebut manusia melepas dan menyerap energi. Akibatnya, kehangatan sinar matahari dan kesetimbangan suhu Bumi tak dapat lagi dipandang sebagai sesuatu yang bisa kita perlakukan taken for granted karena manusia beraktivitas.

Bagaimana sebenarnya cara kerja pemanasan global? Menceritakan proses tersebut sungguh tak gampang. Pada akhirnya akan jatuh pada kecanggihan pemodelan. Mengapa? Penyebabnya tak lain adalah ukuran Bumi yang luar biasa besar. Sedemikian besarnya sehingga tidak memungkinkan bagi kita melakukan pengukuran di tempat—seperti kita mengukur panjang dan lebar ubin rumah kita dengan menempelkan meteran.

Meski kini satelit sudah berseliweran di orbit Bumi untuk merekam data, tetap saja ada bidang-bidang kosong yang terlewat dari sapuan ”mata” satelit. Wilayah Indonesia merupakan salah satunya.

Buku The Greenhouse Challenge, What’s to be Done? (Jim Falk & Andrew Brownlow, 1989) mencoba mengungkapkan ”dapur ilmuwan” terkait dengan persoalan GRK yang mengganggu tidur nyenyak kita.

Memprediksi cuaca agak mudah karena rentang waktu antara pengamatan dan prediksi relatif pendek, harian atau mingguan, dan meliputi sebuah ruang yang relatif lebih sempit yang kadang bersifat sangat lokal.

Amat berbeda halnya apabila mau memprediksi soal pengaruh GRK pada masa mendatang. Masalahnya, interaksi yang terjadi antara GRK dengan atmosfer, lautan, dan biosfer ”amat luar biasa” kompleks untuk menjelaskan tinggi tingkat kompleksitas sistem iklim plus GRK di dalamnya. Interaksi tersebut bervariasi di tiap lembar ”sisiran” Bumi—menurut garis lintangnya, garis bujurnya, ketinggian lapisan udaranya, dan musim yang sedang berlangsung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com