Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayang-bayang Ancaman Satelit

Kompas.com - 28/09/2011, 03:44 WIB

AGNES ARISTIARINI

Kekhawatiran terkena reruntuhan satelit sirna sudah setelah Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengumumkan satelit jatuh di laut, akhir pekan lalu. Maklum, Indonesia memang sempat dikabarkan masuk rentang wilayah berisiko.

Menjelang jatuh, satelit itu bergerak melingkar dari pesisir timur Afrika menuju Lautan India, Lautan Pasifik, kawasan utara Kanada dan Lautan Atlantik Utara, lalu kembali menuju Afrika Barat. Satelit akhirnya jatuh di Lautan Pasifik. Tamatlah riwayat satelit Upper Atmosphere Research Satellite (UARS) setelah mengantariksa selama 20 tahun 9 hari dari saat diluncurkan.

UARS adalah satelit multiinstrumen pertama yang berfungsi mengobservasi komponen kimia atmosfer untuk lebih memahami proses fotokimia. Data yang dikirim UARS mengawali era pencatatan jangka panjang segala perubahan di atmosfer. UARS juga menyediakan data kunci tentang sejumlah cahaya, mulai dari gelombang ultraviolet matahari hingga gelombang panjang.

Usia pengabdian ilmiah UARS sebenarnya berakhir tahun 2005. Namun, baru tahun 2011 UARS—dengan total 26 komponen satelit dan berat 8,4 ton—pecah. Meski sebagian sudah terbakar di atmosfer, Indonesia pantas waswas karena dua hal, yakni satelit banyak beredar di khatulistiwa dan Indonesia membentang hingga seperdelapan wilayah khatulistiwa.

Peran satelit

Satelit pertama diluncurkan ke antariksa tahun 1957. Satelit itu milik Uni Soviet (kini Rusia) yang dinamai Sputnik 1. Setahun kemudian, AS menyusul dengan mengirim satelit Explorer 1. Diperkirakan lebih dari 4.000 satelit beredar saat ini, sebagian masih aktif. Selain Rusia dan AS, negara yang sudah memiliki satelit adalah Jepang, China, Perancis, India, Israel, Australia, Inggris, dan tentu saja Indonesia.

Satelit berperan penting dalam kehidupan modern karena menjadi tulang punggung komunikasi. Sebelum ada teknologi satelit, sinyal televisi tidak bisa dipancarkan sampai jauh karena bergerak mengikuti garis lurus. Begitu ada bangunan tinggi atau bukit, pancaran langsung terhalang.

Demikian pula halnya dengan komunikasi jarak jauh. Menyiapkan infrastruktur berupa kabel atau serat optik telepon antarpulau pasti jauh lebih merepotkan daripada memancarkan sinyal melalui satelit.

Maka, bagi Indonesia yang dikelilingi laut dan banyak gunung, teknologi satelit adalah salah satu sarana pemersatu. Tidaklah mengherankan apabila satelit pertama yang diluncurkan tahun 1976 dinamai Satelit Palapa. Seperti sumpah Mahapatih Gajah Mada itu, satelit bisa menyatukan seluruh Nusantara dalam siaran televisi nasional dan saluran komunikasi langsung yang lebih murah dan mudah, dari satu pulau ke pulau lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com