Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hentikan Beri Izin Kebun Sawit

Kompas.com - 31/03/2010, 03:46 WIB

Samarinda, Kompas - Pemerintah pusat dan daerah didesak menghentikan penerbitan izin baru perkebunan kelapa sawit. Alasannya, ekspansi perkebunan kelapa sawit tidak menguntungkan pengembangan industri dalam negeri karena lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia.

Yang ironis, produktivitas kebun sawit di Indonesia rendah akibat pengelolaan tidak optimal seperti di Malaysia.

Hal ini dikemukakan Jefri Gideon Saragih, Kepala Departemen Kampanye dan Pendidikan Publik Sawit Watch, dalam Seminar Daerah Kebijakan Revitalisasi Perkebunan dalam Bayang-bayang Pemerintah Daerah di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (30/3).

Saragih mengatakan, luas kebun sawit di Indonesia hampir 9 juta hektar. Produksi minyak kelapa sawit tahun 2009 sekitar 21 juta ton. Namun, yang diolah di dalam negeri hanya 5 juta ton per tahun. ”Artinya sektor perkebunan kelapa sawit berorientasi ekspor,” katanya.

Ketua Forum Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit Mansuetus Darto menambahkan, kebun-kebun perusahaan besar di Indonesia rata-rata menghasilkan 17 ton sawit per hektar per tahun. Kebun-kebun petani hanya 14 ton sawit per hektar per tahun. Kondisi itu amat jauh dibandingkan dengan kebun-kebun di Malaysia yang menghasilkan 24 ton sawit per hektar per tahun.

”Yang mengherankan, pemerintah berkeras untuk memperluas kebun lewat pemberian izin baru. Seharusnya optimalkan kebun-kebun yang ada agar produktivitasnya tinggi,” katanya.

Hal lain, Jefri menyatakan, sudah bukan rahasia bahwa dalam pengurusan izin, pengusaha atau kelompok masyarakat dipungut banyak biaya oleh birokrat. Namun, hal itu tidak mudah dibuktikan karena para pihak yang terlibat enggan membuka mulut untuk melindungi kepentingan mereka masing-masing.

Menanggapi adanya pungutan dalam pengurusan izin, Kepala Seksi Bina Usaha Dinas Perkebunan Kaltim Helmi Amin menyatakan prihatin. Menurut dia, selama ini izin usaha perkebunan dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota dan pusat. Provinsi hanya memberikan rekomendasi layak tidaknya suatu izin. Namun, rekomendasi pemerintah provinsi lebih banyak diabaikan.

”Tidak bisa kami bantah bahwa pengurusan izin terlalu mudah dan kontrol pemerintah lemah. Masalah juga banyak, misalnya tumpang tindih dengan sektor usaha lain seperti kehutanan dan pertambangan,” kata Helmi.

Menurut Darto, masalah yang juga penting dicermati adalah program revitalisasi perkebunan. Intinya, perusahaan wajib membangun kebun plasma untuk petani minimal 20 persen dari luas lahan konsesinya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau